Pengalihan Objek Fidusia Tanpa Izin dalam Pembiayaan Konsumen

BuletinNews.com – Dalam hukum perdata, khususnya dalam konteks perjanjian dan jaminan kebendaan, hubungan hukum antara debitur dan kreditur dalam perjanjian pembiayaan konsumen diatur secara jelas. Salah satu bentuk jaminan kebendaan yang lazim digunakan dalam pembiayaan kendaraan bermotor adalah jaminan fidusia. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) memberikan landasan hukum yang kuat terhadap praktik ini, termasuk larangan tegas terhadap pengalihan benda yang menjadi objek fidusia tanpa persetujuan tertulis dari pihak penerima fidusia.

Permasalahan hukum dalam kasus Betrand, yang menjual sepeda motor yang masih dalam status kredit kepada temannya karena alasan tidak mampu membayar cicilan, termasuk dalam pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 35 UUJF. Pasal tersebut menyatakan:

“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang bukan merupakan barang persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis dari Penerima Fidusia.”

Dalam hal ini, Betrand telah mengalihkan sepeda motor yang masih menjadi objek jaminan fidusia kepada orang lain tanpa persetujuan tertulis dari PT. Adira Finance selaku penerima fidusia. Sepeda motor tersebut jelas bukan merupakan barang persediaan, sehingga larangan pengalihan sebagaimana dimaksud Pasal 35 UUJF berlaku secara mutlak.

Umumnya, dalam perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor, lembaga pembiayaan seperti PT. Adira Finance mensyaratkan perjanjian fidusia yang menempatkan kendaraan sebagai objek jaminan. Selama seluruh kewajiban pembayaran belum diselesaikan, kendaraan tersebut secara hukum masih terikat sebagai objek fidusia dan belum menjadi milik sepenuhnya dari debitur.

Sebagaimana dijelaskan dalam Hukum Perdata:

“Jaminan fidusia adalah bentuk jaminan yang melibatkan pengalihan hak kepemilikan secara kepercayaan, di mana hak kepemilikan benda tetap berada pada pemberi fidusia, sementara hak kepemilikan secara hukum berada pada penerima fidusia sebagai jaminan pelunasan utang.”

Hal tersebut juga menegaskan pentingnya pendaftaran jaminan fidusia untuk memberikan perlindungan hukum yang maksimal kepada kreditur. Jika jaminan fidusia telah terdaftar dan memiliki sertifikat, maka kreditur (dalam hal ini PT. Adira Finance) memiliki hak eksekutorial terhadap objek jaminan tanpa harus melalui putusan pengadilan.

Lebih lanjut, Pasal 36 UUJF memberikan ancaman sanksi pidana bagi pihak yang melanggar ketentuan Pasal 35, yaitu:

“Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).”

Dengan demikian, apabila Betrand melakukan pengalihan tersebut tanpa seizin pihak PT. Adira Finance, maka tindakan tersebut termasuk perbuatan melawan hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan di atas.

Kesimpulan:
Tindakan Betrand yang menjual sepeda motor yang masih menjadi objek jaminan fidusia kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pihak pembiayaan (PT. Adira Finance) merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 35 UUJF dan dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 36 UUJF. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap konsekuensi hukum perjanjian pembiayaan dan jaminan fidusia.

Oleh: Andi Hendra 

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Komentar