BuletinNews.com – Pengakuan terhadap individu sebagai subjek hukum internasional kini menjadi tonggak penting dalam perkembangan hukum internasional modern. Pada masa awal, negara dianggap sebagai satu-satunya entitas yang memiliki kedudukan hukum di kancah internasional. Namun, dinamika hubungan global dan kesadaran akan hak asasi manusia mendorong perluasan konsep tersebut, menempatkan individu di garis depan sebagai aktor hukum internasional.
Teori yang dikemukakan oleh Hersch Lauterpacht, tokoh terkemuka dalam mazhab monisme, menekankan pentingnya melihat hukum internasional sebagai sistem yang mengikat tidak hanya negara, tetapi juga individu. Lauterpacht menilai, negara tidak dapat sepenuhnya diandalkan untuk melindungi hak-hak fundamental warganya. Oleh karena itu, supremasi hukum internasional atas hukum nasional diperlukan untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia.
Pengakuan ini memiliki urgensi yang tinggi, terutama untuk:
Memastikan akuntabilitas individu atas kejahatan internasional.
Menjamin perlindungan hak asasi manusia secara efektif.
Meningkatkan efektivitas penegakan hukum tanpa harus bergantung pada negara.
Kasus konkret yang menunjukkan implementasi konsep ini adalah pembentukan Mahkamah Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY) melalui Resolusi 827 Dewan Keamanan PBB pada tahun 1993. Mahkamah ini bertugas mengadili individu-individu yang bertanggung jawab atas kejahatan berat, seperti genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama konflik di wilayah bekas Yugoslavia.
Dalam catatan sejarah, kejahatan genosida di Srebrenica pada tahun 1995 menewaskan lebih dari 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosnia. Individu-individu seperti Radovan Karadžić dan Ratko Mladić diadili dan dijatuhi hukuman atas kejahatan mereka oleh ICTY. Proses ini membuktikan bahwa individu tidak lagi dapat berlindung di balik kedaulatan negara untuk menghindari pertanggungjawaban atas kejahatan berat.
Pasal 9 Statuta ICTY bahkan mempertegas keutamaan Mahkamah atas pengadilan nasional, memperlihatkan supremasi hukum internasional dalam menegakkan keadilan.
Perkembangan ini menandai pergeseran penting dalam hukum internasional, dari negara-sentris menjadi human-sentris. Kini, individu bukan hanya penerima hak, tetapi juga pemegang tanggung jawab di hadapan komunitas internasional.
Kasus ICTY menjadi bukti nyata efektivitas pengakuan individu sebagai subjek hukum internasional dalam praktik modern.
Sumber Referensi:
– Sri Setianingsih Wahyuningsih. (2022). HKUM4206 Hukum Internasional. Tangerang: Universitas Terbuka.
– Materi Inisiasi 3.
– Schabas, William A. (2004). The UN International Criminal Tribunals: The Former Yugoslavia, Rwanda and Sierra Leone. Cambridge University Press.
Komentar