BuletinNews.com – Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, merupakan tragedi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang mencerminkan lemahnya sistem hukum dalam melindungi aparat penegak hukum. Artikel ini menganalisis bagaimana implementasi hukum sebagai sarana rekayasa sosial (social engineering) dan pengendalian sosial (social control) dalam kasus tersebut. Berdasarkan kajian dari Buku Filsafat Hukum dan Etika Profesi, ditemukan bahwa hukum belum mampu menjalankan fungsinya secara optimal dalam mendorong perubahan sosial dan menegakkan keadilan substantif.
Kata Kunci: Social engineering, social control, pelanggaran HAM, Novel Baswedan, keadilan substantif, filsafat hukum.
Hukum sebagai institusi sosial memiliki dua fungsi utama: sebagai sarana rekayasa sosial dan alat kontrol sosial. Hukum tidak hanya berfungsi mengatur, tetapi juga membentuk struktur nilai dan perilaku masyarakat. Namun, implementasi dari fungsi tersebut seringkali tidak optimal dalam praktik, sebagaimana tercermin dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Analisis Kasus dan Pelanggaran HAM: Peristiwa yang menimpa Novel Baswedan merupakan pelanggaran HAM serius. Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 menjamin hak atas keselamatan dan rasa aman. Hal ini diperkuat oleh UUD 1945 Pasal 28G ayat (1) serta Pasal 29 ayat (1) UU yang sama. Serangan tersebut bukan hanya melukai fisik Novel tetapi juga menyerang integritas dan martabat penegak hukum, serta menciptakan ketakutan sistemik di lingkungan penegakan hukum.
Hukum sebagai Social Engineering: Hukum sebagai social engineering berperan dalam membentuk struktur sosial yang adil. Dalam kasus Novel, vonis ringan terhadap pelaku menunjukkan bahwa hukum gagal menanamkan nilai keadilan dan tanggung jawab sosial. Hukum tidak berhasil menginternalisasi nilai moral yang mendukung perlindungan terhadap penegak hukum. Akibatnya, fungsi hukum sebagai instrumen perubahan sosial menjadi lemah.
Hukum sebagai Social Control: Fungsi hukum sebagai kontrol sosial adalah menjaga ketertiban dan memberikan perlindungan. Ketika sistem hukum gagal memberikan hukuman setimpal kepada pelaku kejahatan berat, seperti dalam kasus Novel, maka fungsi ini menjadi tereduksi. Ketidaktegasan hukum menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keadilan, serta memberi ruang pada berkembangnya impunitas terhadap kejahatan serupa.
Perspektif Filsafat Hukum: Gustav Radbruch menekankan bahwa hukum tidak boleh semata-mata dilihat sebagai aturan normatif, melainkan juga sebagai sarana untuk menegakkan keadilan substantif. Dalam kasus Novel, vonis ringan tidak mencerminkan keadilan substantif karena tidak sepadan dengan penderitaan korban. Hal ini menandakan adanya kekosongan moral dalam penegakan hukum.
Daftar Pustaka:
– Filsafat Hukum dan Etika Profesi. Universitas Terbuka.
– Simanjuntak, D. (2020). “Ethical Deficit in Law Enforcement: A Reflection from the Acid Attack Case of Novel Baswedan.” Indonesian Journal of Law and Society, 1(2).
– Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
– Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Komentar