BuletinNews.com – Artikel ini mengkaji hubungan antara fenomena kerumunan sosial dengan dinamika penegakan hukum, khususnya melalui studi kasus pembubaran ajang balap liar oleh Polres Blitar Kota. Melalui pendekatan sosiologi hukum dan analisis struktur sosial horizontal, tulisan ini bertujuan menjelaskan bagaimana kerumunan dapat memicu pelanggaran hukum serta bagaimana hukum berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial dalam merespons perilaku kolektif masyarakat.
Dalam masyarakat modern, kerumunan sosial merupakan fenomena yang kerap muncul dalam berbagai bentuk interaksi sosial, baik yang bersifat spontan maupun terorganisir. Salah satu bentuk kerumunan yang menjadi sorotan aparat penegak hukum adalah balap liar, yang tidak hanya menimbulkan keresahan sosial tetapi juga memicu pelanggaran hukum lalu lintas. Sosiologi hukum memandang bahwa hukum tidak dapat berdiri sendiri, melainkan berada dalam jaringan interaksi sosial yang kompleks, di mana perilaku kolektif seperti kerumunan memiliki pengaruh signifikan terhadap efektivitas hukum. Artikel ini memfokuskan kajian pada kasus balap liar di Kota Blitar yang berhasil dibubarkan oleh Polres setempat, dengan pendekatan teoritis dari sosiologi hukum dan kerangka struktur sosial horizontal.
Kerangka Teoritis Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang menjembatani antara hukum dan masyarakat memandang hukum sebagai produk dan instrumen sosial. Menurut Satjipto Rahardjo (2009), hukum harus dilihat sebagai hukum yang hidup (living law), yakni hukum yang berakar pada nilai, norma, dan praktik sosial masyarakat. Dalam konteks kerumunan sosial, Herbert Blumer (1951) menjelaskan bahwa kerumunan (crowd) adalah bentuk perilaku kolektif yang bersifat sementara dan tidak terorganisir, namun dapat berkembang menjadi tindakan impulsif dan bahkan anarkis.
Sementara itu, struktur sosial horizontal merujuk pada hubungan sosial antar individu atau kelompok dalam posisi yang sejajar. Struktur ini sangat memengaruhi pola interaksi dalam kerumunan, khususnya di kalangan remaja atau pemuda yang memiliki solidaritas kelompok tinggi namun rentan terhadap penyimpangan norma hukum.
Pengertian Kerumunan Sosial menurut Sosiologi Hukum Kerumunan sosial dalam perspektif sosiologi hukum dipahami sebagai bentuk interaksi sosial yang bersifat spontan dan temporer, di mana sekelompok individu berkumpul tanpa ikatan sosial formal, namun memiliki tujuan atau ketertarikan yang sama. Buku Materi Pokok Sosiologi Hukum (Universitas Terbuka, 2018) menyatakan bahwa kerumunan tidak memiliki struktur organisasi yang mapan, namun dapat memengaruhi perilaku hukum individu melalui tekanan kolektif atau emosi massa. Kerumunan dapat menciptakan suasana permissive terhadap pelanggaran hukum, karena tanggung jawab individu tereduksi dalam kerangka kelompok.
Analisis Kasus Balap Liar di Blitar dan Struktur Sosial Horizontal Kasus yang terjadi di Jl. Sudanco Supriyadi, Kota Blitar, di mana Polres Blitar membubarkan ajang balap liar dan menyita 42 sepeda motor, merupakan contoh nyata bagaimana kerumunan sosial berimplikasi pada pelanggaran hukum. Dalam kasus ini, para pelaku—mayoritas remaja—berkumpul dengan tujuan yang sama (balapan), membentuk suatu kerumunan dengan solidaritas tinggi namun minim kesadaran hukum. Mereka menggunakan kendaraan tanpa standar keamanan dan tanpa perlengkapan keselamatan, yang tidak hanya melanggar hukum lalu lintas (UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan), tetapi juga membahayakan keselamatan publik.
Struktur sosial horizontal dalam kerumunan ini menunjukkan bahwa tidak ada otoritas dominan yang mengatur perilaku kelompok, sehingga nilai-nilai hukum formal tersubordinasi oleh norma kelompok. Perilaku ini seringkali dimotivasi oleh eksistensi sosial, adrenalin, dan pengakuan dari rekan sebaya. Hukum dalam hal ini berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial formal yang merespons kegagalan kontrol sosial informal (keluarga, sekolah, masyarakat).
Tindakan Polres Blitar yang menilang, menyita kendaraan, dan memberikan sanksi sosial (menuntun kendaraan hingga ke kantor polisi) menunjukkan upaya penegakan hukum sebagai alat rekayasa sosial (social engineering), sesuai gagasan Roscoe Pound. Penegakan hukum tidak hanya bersifat represif, tetapi juga edukatif, dengan memberikan pesan normatif kepada masyarakat agar menjauhi perilaku menyimpang tersebut.
Contoh Lain Kerumunan Sosial yang Menimbulkan Permasalahan Hukum Salah satu contoh lain dari kerumunan sosial yang berujung pada masalah hukum adalah tragedi Kanjuruhan di Malang (2022), yang terjadi setelah pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya. Dalam kejadian tersebut, kerumunan penonton berubah menjadi massa panik setelah aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribun, menyebabkan desak-desakan dan kematian lebih dari 130 orang.
Kerumunan dalam kasus Kanjuruhan menjadi bukti bahwa ketika interaksi sosial dalam struktur horizontal tidak dikelola dengan baik, dan ketika penegakan hukum menggunakan cara yang tidak proporsional, maka hukum tidak hanya gagal mencegah, tetapi juga berkontribusi pada tragedi kemanusiaan. Kasus ini juga menjadi refleksi penting tentang perlunya regulasi kerumunan dan pendekatan humanis dalam penegakan hukum.
Kesimpulan Kerumunan sosial memiliki potensi besar dalam memicu pelanggaran hukum, terutama ketika berada dalam struktur sosial horizontal yang longgar dan tanpa kontrol internal yang kuat. Balap liar di Blitar adalah contoh nyata bagaimana kerumunan remaja dapat menciptakan ruang bagi perilaku menyimpang, dan bagaimana hukum perlu bertindak tidak hanya sebagai alat represif tetapi juga preventif dan edukatif. Sosiologi hukum memberikan kerangka teoritik yang penting untuk memahami dinamika ini dan merancang strategi penegakan hukum yang lebih efektif dan kontekstual.
Daftar Pustaka
– Blumer, Herbert. (1951). Collective Behavior. In A. M. Lee (Ed.), Principles of Sociology.
Rahardjo, Satjipto. (2009). Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan. Jakarta: Kompas.
Pound, Roscoe. (1942). An Introduction to the Philosophy of Law. Yale University Press.
Soekanto, Soerjono. (1983). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
Universitas Terbuka. (2018). Buku Materi Pokok Sosiologi Hukum (ISIP4313). Jakarta: Universitas Terbuka.
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Laporan Komnas HAM dan LPSK. (2022). Investigasi Tragedi Kanjuruhan.
Komentar