BuletinNews.com – Artikel ini membahas legalitas pembangunan bandara internasional oleh negara X di wilayah pesisir yang berbatasan dengan negara Y, dalam konteks Konvensi Chicago 1944 dan prinsip kedaulatan udara. Negara Y menyatakan keberatan karena menganggap pembangunan bandara melanggar ketentuan internasional. Artikel ini bertujuan menganalisis apakah tindakan negara X sesuai dengan norma hukum internasional, khususnya Konvensi Chicago, serta mempertimbangkan prinsip-prinsip kerja sama antarnegara bertetangga. Berdasarkan analisis, tindakan negara X pada dasarnya sah menurut Konvensi Chicago selama tidak menimbulkan dampak lintas batas yang merugikan negara Y dan dilakukan sesuai dengan ketentuan ICAO.
Dalam era globalisasi dan intensitas penerbangan internasional yang semakin tinggi, pengelolaan wilayah udara dan infrastruktur pendukung seperti bandara menjadi bagian penting dari kedaulatan negara. Kasus pembangunan bandara internasional oleh negara X di wilayah pesisir yang berdekatan dengan negara Y memicu sengketa antarnegara, terutama terkait dengan kepatuhan terhadap Konvensi Chicago 1944. Negara Y menyatakan keberatan atas dasar potensi pelanggaran ketentuan internasional, sementara negara X menegaskan hak kedaulatannya atas wilayah udara dan daratnya. Permasalahan ini memerlukan kajian hukum internasional guna menilai validitas tindakan negara X.
Landasan Teoretis dan Kerangka Hukum
Konvensi Chicago 1944, sebagai kerangka hukum utama dalam penerbangan sipil internasional, menyatakan pada Pasal 1 bahwa, “The contracting States recognize that every State has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory.”
Prinsip ini menegaskan bahwa setiap negara berhak mengatur penggunaan wilayah udara di atas wilayah darat dan perairannya secara penuh dan eksklusif. Dalam konteks ini, negara X berwenang penuh membangun bandara di wilayahnya, sejauh tidak melanggar hak negara lain atau perjanjian internasional yang berlaku.
Selain itu, Pasal 5, 6, dan 7 Konvensi mengatur tentang izin lalu lintas udara, penerbangan berjadwal, dan asas kabotase, yang mengharuskan adanya koordinasi dan persetujuan antarnegara dalam penerbangan yang melibatkan ruang udara negara lain.
Analisis Kasus Negara X
Berdasarkan analisis Hukum Internasional, kedaulatan negara atas ruang udara memiliki sifat complete and exclusive, sebagaimana dikodifikasi dalam Konvensi Chicago 1944. Oleh karena itu, negara X memiliki dasar hukum yang kuat dalam membangun bandara internasional di wilayah kedaulatannya sendiri.
Namun demikian, pembangunan yang berdekatan dengan perbatasan negara lain tetap memerlukan prinsip kehati-hatian (due regard) dan komunikasi dengan negara tetangga, sesuai dengan prinsip good neighbourliness. Jika pembangunan tersebut berdampak pada keselamatan, kebisingan, atau potensi militer, negara X berkewajiban melakukan pemberitahuan kepada negara Y melalui mekanisme diplomatik atau ICAO.
Kesimpulan
Tindakan negara X membangun bandara internasional di wilayah pesisirnya tidak melanggar ketentuan Konvensi Chicago 1944, sepanjang:
Berada dalam batas wilayah kedaulatannya.
Tidak melanggar perjanjian bilateral/regional yang berlaku.
Tidak menimbulkan dampak lintas batas yang membahayakan negara Y.
Mematuhi standar keselamatan dan teknis dari ICAO.
Konflik kepentingan antarnegara dalam konteks ini harus diselesaikan melalui pendekatan diplomatik dan forum internasional yang sesuai untuk menjaga stabilitas dan kerja sama internasional.
Daftar Pustaka:
Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional.
Lestari, Endang Puji. “Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara”, Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, 2015.
Universitas Terbuka. Buku Materi Pokok HKUM4206: Hukum Internasional, Modul 6.
Komentar