Menurut Pasal 499 KUH Perdata, yang dimaksud dengan benda (objek hukum) adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik. Dalam konteks Netflix, objek hukum bukan berupa barang fisik, melainkan jasa layanan digital dan hak akses terhadap konten film serta serial yang disediakan oleh Netflix.
Objek hukum ini termasuk dalam kategori benda tidak berwujud (intangible goods), karena yang diperoleh pelanggan bukan benda fisik, melainkan hak untuk mengakses dan menikmati konten digital selama masa langganan. Pelanggan tidak memperoleh hak milik atas film atau serial yang ditonton, melainkan hanya lisensi terbatas (limited license) untuk menggunakannya sesuai ketentuan layanan Netflix.
Hal ini sejalan dengan Pasal 1458 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian jual beli dianggap telah terjadi sejak para pihak sepakat mengenai barang dan harga, meskipun barang belum diserahkan. Dalam konteks digital, yang diserahkan bukan benda berwujud, melainkan hak menggunakan (right to use).
Selain itu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjadi dasar hukum penting, karena seluruh konten film dan serial di Netflix dilindungi oleh hak cipta. Oleh karena itu, pelanggan hanya diberikan izin penggunaan sementara (lisensi) tanpa hak untuk menggandakan atau menyebarluaskan.
Pasal 47 ayat (2) PP No. 71 Tahun 2019 juga menegaskan bahwa kontrak elektronik dinyatakan sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut KUH Perdata. Hal ini memperkuat kedudukan hukum hubungan antara pelanggan dan Netflix.
4. Prinsip Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Bisnis Digital
Menurut Nindyo Pramono (2025), hukum bisnis tidak hanya mengatur transaksi barang dan jasa fisik, tetapi juga mencakup kegiatan bisnis berbasis teknologi digital. Transaksi langganan Netflix termasuk dalam kategori bisnis jasa berbasis digital (digital business services).
Hubungan hukum ini tunduk pada prinsip kebebasan berkontrak (party autonomy) sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Dengan demikian, perjanjian antara Netflix dan pelanggan merupakan bentuk kontrak elektronik yang sah, mengikat, dan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perjanjian konvensional.
Transaksi berlangganan layanan digital seperti Netflix merupakan bentuk perjanjian bisnis elektronik (electronic business contract) yang memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perjanjian tertulis konvensional.
Hubungan hukum dalam transaksi ini terjadi antara dua subjek hukum yang sah, yaitu Netflix Inc. sebagai badan hukum penyedia layanan dan pelanggan sebagai orang pribadi pengguna layanan. Objek hukum dalam transaksi ini adalah jasa layanan digital berupa hak akses terhadap konten film dan serial, yang termasuk dalam kategori benda tidak berwujud (immaterial goods) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 499 KUH Perdata.
Dengan demikian, transaksi ini tunduk pada prinsip kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUH Perdata), syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata), perlindungan hukum perjanjian elektronik (Pasal 18 UU ITE), serta perlindungan hak cipta (UU No. 28 Tahun 2014).
Hubungan hukum tersebut menunjukkan bahwa hukum bisnis di era digital tetap berpijak pada asas-asas hukum perdata klasik, namun menyesuaikan dengan dinamika teknologi informasi dan ekonomi digital global.
Karya: Andi Hendra
Komentar