
BuletinNews.com – Korupsi telah menjadi kejahatan yang paling merusak sendi hukum, politik, dan ekonomi bangsa. Dikenal sebagai extraordinary crime, korupsi menimbulkan dampak sistemik terhadap keuangan negara, kepercayaan publik, dan stabilitas moral aparatur pemerintahan. Walau Indonesia telah memiliki payung hukum tegas melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, efektivitas penerapan sanksinya masih menuai kritik.
1. Kesesuaian Sanksi Pidana dengan Dampak Korupsi
Menurut Febby Mutiara Nelson (2021) dalam Hukum Pidana Ekonomi, korupsi tidak hanya menyebabkan kerugian material, tetapi juga merusak tatanan moral dan kepercayaan masyarakat. Secara normatif, hukum telah mengatur ancaman pidana berat, mulai dari penjara seumur hidup hingga pidana mati dalam kondisi tertentu sebagaimana termuat dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
Namun, sebagaimana dikemukakan Eddy O.S. Hiariej (2020), praktik hukum sering kali menunjukkan ketimpangan. Banyak pelaku korupsi kelas atas justru menerima hukuman ringan dan masih mendapat fasilitas istimewa di lembaga pemasyarakatan. Fenomena ini menunjukkan bahwa law in book belum sejalan dengan law in action.
Sementara itu, Pujiyono (2023) menegaskan lemahnya penerapan pidana maksimum sebagai salah satu penyebab kurangnya daya tangkal terhadap korupsi. Padahal, korupsi adalah kejahatan yang menghancurkan tatanan sosial, politik, dan ekonomi secara sistemik, sehingga seharusnya sanksi dijatuhkan secara tegas, proporsional, dan berorientasi pada pemulihan kerugian negara.
2. Arah dan Bentuk Sanksi Ideal di Masa Mendatang
Menurut Nandang Alamsah Deliarnoor (2023), hukum pidana yang ideal tidak hanya menjadi sarana pembalasan, tetapi juga instrumen rekonstruksi moral dan sosial. Dalam konteks tindak pidana korupsi, arah pembaruan hukum pidana harus memperhatikan tiga aspek utama: keadilan, efek jera, dan pemulihan keuangan negara.
Beberapa bentuk sanksi ideal yang dapat dipertimbangkan ke depan antara lain:
Pidana Restitutif: Pelaku diwajibkan mengembalikan kerugian negara secara penuh atau berlipat ganda. Pendekatan ini mencerminkan prinsip restorative justice di bidang ekonomi.
Pidana Sosial dan Moral (Shaming Punishment): Publikasi identitas koruptor dan pelarangan menduduki jabatan publik memiliki efek jera sosial yang kuat.
Pidana Korporasi dan Aset Asing: Korporasi yang terlibat dalam pencucian uang hasil korupsi harus dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
Pidana Mati Selektif: Diterapkan bagi pelaku korupsi besar yang mengakibatkan krisis nasional atau kerugian publik yang masif.
Sebagaimana dikemukakan Pramono (2025), korupsi bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan ekonomi negara. Karena itu, sanksi yang ideal adalah yang tidak hanya menghukum pelaku, melainkan juga memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan ekonomi nasional.
Meskipun UU Tipikor telah mengatur sanksi berat, penerapan hukum di lapangan belum mencerminkan keadilan substantif. Korupsi yang berdampak sistemik terhadap bangsa membutuhkan pendekatan sanksi yang lebih progresif dan multidimensional—menggabungkan aspek pidana, ekonomi, dan moral.
Ke depan, sistem pemidanaan korupsi di Indonesia perlu diarahkan pada tiga pilar utama:
(1) pengembalian kerugian negara,
(2) penghukuman yang adil dan menimbulkan efek jera, serta
(3) pemulihan moral publik.
Hanya dengan demikian, hukum pidana dapat berfungsi bukan sekadar sebagai alat represif, melainkan juga refleksi dari peradaban hukum bangsa yang berkeadilan dan berintegritas.
Sumber referensi
– Febby Mutiara Nelson. (2021). Hukum Pidana Ekonomi (FSIH4303). Universitas Terbuka.
– Eddy O.S. Hiariej. (2020). Hukum Pidana (HKUM4203). Universitas Terbuka.
– Nandang Alamsah Deliarnoor. (2023). Sistem Hukum Indonesia (BMP ISIP4131). Universitas Terbuka.
– Pujiyono. (2023). Tindak Pidana Korupsi (BMP HKUM4310). Universitas Terbuka.
– Pramono, Nindyo. (2025). Hukum Bisnis. Universitas Terbuka.
– UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
– Jurnal Antikorupsi KPK (2023) – “Pidana Ekonomi dan Pemulihan Aset dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.”
Karya: Andi Hendra











Komentar