Kolaka, BuletinNews.com – Meskipun telah menikah secara agama (nikah siri), status hukum Andi dalam pandangan negara tetap tercatat sebagai lajang. Hal ini ditegaskan dalam kerangka hukum nasional yang mengatur tentang legalitas dan pencatatan perkawinan di Indonesia.
Nikah siri memang sah menurut agama, namun tidak serta-merta diakui oleh negara jika tidak dicatatkan secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prof. Dr. Sudarsono, pakar hukum keluarga, menekankan pentingnya pencatatan dalam suatu perkawinan untuk memberikan kekuatan hukum formal serta keabsahan dalam administrasi negara. Ia menjelaskan bahwa perkawinan yang sah dalam hukum nasional harus memenuhi dua unsur utama: sah menurut agama dan tercatat secara resmi oleh negara.
Senada dengan itu, Subekti, ahli hukum perdata, menyebut bahwa legalitas perkawinan tidak cukup hanya sah secara agama, melainkan juga harus sesuai dengan hukum positif Indonesia. Oleh karena itu, jika Andi hanya menikah secara agama, maka secara hukum, ia tidak memiliki ikatan pernikahan yang sah di mata negara.
Berdasarkan Teori Legalitas dari Hans Kelsen, status atau tindakan hukum baru dianggap sah jika sesuai dengan norma hukum yang berlaku. Maka dari itu, pernikahan tanpa pencatatan tidak dapat dijadikan dasar hukum atas hak dan kewajiban keperdataan, termasuk dalam hal perjanjian jual beli atau hak waris.
Dengan demikian, meskipun Andi telah melakukan nikah siri, ia tetap dianggap belum menikah secara hukum dan belum cukup umur untuk melakukan tindakan hukum tertentu. Negara tidak dapat memberikan pengakuan formal terhadap status perkawinan tersebut hingga dilakukan pencatatan resmi sesuai peraturan yang berlaku.
Komentar