Perbandingan Antara Penyertaan dan Pembantuan Dalam Hukum Pidana

BuletinNews.com – Hukum pidana Indonesia mengenal berbagai bentuk keterlibatan seseorang dalam tindak pidana. Di antaranya adalah konsep penyertaan dan pembantuan. Meskipun keduanya sama-sama berkaitan dengan partisipasi dalam kejahatan, namun terdapat perbedaan signifikan baik dari segi hukum maupun konsekuensi pidana. Artikel ini membahas perbandingan antara penyertaan dan pembantuan dalam hukum pidana Indonesia dengan merujuk pada ketentuan KUHP dan pandangan Prof. Dr. Eddy O.S Hiariej, serta menyajikan contoh kasus untuk memberikan gambaran aplikatif.

Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik berfungsi melindungi kepentingan hukum negara, masyarakat, dan individu. Salah satu unsur penting dalam hukum pidana adalah pertanggungjawaban pidana, termasuk bagi mereka yang tidak melakukan kejahatan secara langsung, tetapi turut serta atau membantu kejahatan tersebut. Untuk itu, hukum pidana Indonesia membedakan antara penyertaan dan pembantuan.

Penyertaan dalam Hukum Pidana
Penyertaan atau deelneming diatur dalam Pasal 55 KUHP. Menurut Prof. Dr. Eddy O.S Hiariej, penyertaan melibatkan dua orang atau lebih dalam perbuatan pidana. Bentuk-bentuknya meliputi pelaku langsung (pleger), menyuruh orang lain (doen pleger), turut serta melakukan (medepleger), serta menggerakkan orang lain (uitlokker). Penyertaan memiliki karakter kolektif, di mana masing-masing pelaku bertanggung jawab atas seluruh tindak pidana yang dilakukan bersama.

Pembantuan dalam Hukum Pidana
Pembantuan atau medeplichtigheid diatur dalam Pasal 56 KUHP. Menurut Hiariej, pembantuan adalah memberikan bantuan, kesempatan, atau keterangan yang memudahkan terjadinya kejahatan, tanpa ikut serta secara langsung dalam pelaksanaannya. Meski bersifat accessoir, pertanggungjawaban pidana pembantu tetap berdiri sendiri dan dapat dipidana meskipun pelaku utama tidak dituntut.

Perbedaan Penyertaan dan Pembantuan
Perbedaan utama antara penyertaan dan pembantuan terletak pada keterlibatan dalam pelaksanaan tindak pidana. Penyertaan melibatkan partisipasi aktif dalam kejahatan, sementara pembantuan hanya bersifat membantu tanpa terlibat langsung. Dari sisi ancaman pidana, penyertaan dipidana setara dengan pelaku utama, sedangkan pembantuan dijatuhi pidana lebih ringan.

Contoh Kasus dan Analisis
Seorang bernama Andi merencanakan perampokan toko emas. Ia mengajak Budi untuk turut serta merampok, sementara Caca memberikan informasi mengenai waktu sepi dan denah lokasi. Saat perampokan terjadi, Andi dan Budi berada di lokasi, sedangkan Caca tidak. Dalam hal ini, Andi adalah pelaku utama, Budi sebagai turut serta, dan Caca sebagai pembantu. Sesuai ketentuan KUHP, Andi dan Budi dapat dipidana berdasarkan Pasal 365 jo. Pasal 55 KUHP, sedangkan Caca dipidana berdasarkan Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana lebih ringan.

Penyertaan dan pembantuan dalam hukum pidana Indonesia memiliki perbedaan mendasar dalam hal keterlibatan, konsekuensi pidana, dan posisi hukum. Pemisahan ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan dalam penjatuhan pidana sesuai peran masing-masing pelaku dalam tindak pidana.

Daftar Pustaka
– Hiariej, Eddy O.S. (2024). Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
– Fitri Wahyuni, Dr., S.H., M.H. (2017). Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Tangerang Selatan: PT Nusantara Persada Utama.
– Pradityo, Randy, S.H., M.H. Modul Hukum Pidana 8. Tanpa Tahun Terbit.
– Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Indonesia.

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Komentar