BuletinNews.com – Dalam dunia bisnis modern, hubungan hukum antarperusahaan lintas negara sering kali menimbulkan persoalan hukum yang kompleks akibat perbedaan sistem hukum dan yurisdiksi antarnegara. Kasus antara PT Kemalam Electricity & Machinery Co. Pte. Ltd. (Singapura) dan PT Lsiang Plywood Industries (Spanyol) merupakan contoh nyata sengketa perdata yang melibatkan unsur asing dan karenanya termasuk dalam ranah Hukum Perdata Internasional (HPI).
Hukum Perdata Internasional berfungsi untuk menentukan hukum negara mana yang harus diterapkan dan pengadilan negara mana yang berwenang menyelesaikan sengketa lintas negara. Penentuan ini dilakukan melalui teori titik pertalian atau titik taut (connecting factor), yang menjadi unsur utama dalam setiap analisis HPI.
Menurut Zulfa Djoko Basuki dkk. dalam buku Hukum Perdata Internasional (Universitas Terbuka), titik taut adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang menyebabkan berlakunya suatu sistem hukum tertentu, yaitu unsur atau fakta yang menghubungkan suatu peristiwa hukum dengan sistem hukum suatu negara. Dengan kata lain, titik taut berfungsi menunjukkan keterkaitan antara peristiwa hukum dengan wilayah hukum suatu negara.
Dalam HPI dikenal dua jenis titik taut:
- Titik Taut Primer, yang berfungsi menandai adanya unsur asing dalam suatu peristiwa hukum.
- Titik Taut Sekunder, yang digunakan untuk menentukan hukum mana yang harus diberlakukan dalam penyelesaian permasalahan HPI.
Beberapa jenis titik taut yang lazim digunakan antara lain:
- Kewarganegaraan para pihak,
- Tempat dibuatnya perjanjian (lex loci contractus),
- Tempat pelaksanaan perjanjian (lex loci solutionis),
- Tempat objek hukum berada (lex rei sitae),
- Asas kebebasan memilih hukum (party autonomy), dan
- Tempat diajukannya gugatan atau pengadilan yang berwenang (locus forum).
Dalam kasus ini, terdapat unsur asing yang jelas karena kedua pihak berasal dari negara berbeda. PT Kemalam merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Singapura, sedangkan PT Lsiang berdiri berdasarkan hukum Spanyol.
Perjanjian jual beli mesin dan suku cadang ditandatangani di Barcelona, Spanyol, dengan pengiriman barang dari Singapura ke Spanyol. Barang diterima dengan baik oleh pihak pembeli, namun pembeli tidak memenuhi kewajiban pembayarannya sebagaimana disepakati.
Berdasarkan fakta tersebut, peristiwa hukum ini memiliki keterkaitan dengan dua sistem hukum:
- Hukum Singapura, karena pihak penjual berasal dari negara tersebut, dan
- Hukum Spanyol, karena tempat penandatanganan kontrak serta pelaksanaan pembayaran berada di Spanyol.
Dengan demikian, kasus ini mengandung unsur asing dan termasuk kategori Hukum Perdata Internasional.
Berdasarkan teori titik taut dalam HPI, terdapat tiga aspek utama sebagai titik taut primer dalam kasus ini:
- Subjek hukum — Para pihak berasal dari dua negara berbeda, yaitu Singapura dan Spanyol. Hal ini menunjukkan adanya unsur asing berdasarkan kewarganegaraan atau domisili para pihak.
- Tempat dibuatnya perjanjian — Kontrak ditandatangani di Barcelona, Spanyol. Berdasarkan asas lex loci contractus, hukum negara tempat kontrak dibuat (Spanyol) berlaku untuk menentukan keabsahan dan pelaksanaannya.
- Tempat pelaksanaan kontrak — Penyerahan mesin dan pembayaran dilakukan di Spanyol. Berdasarkan asas lex loci solutionis, hukum Spanyol juga mengatur hak dan kewajiban para pihak.
Dari ketiga faktor tersebut, titik taut primer paling kuat berada pada wilayah hukum Spanyol, karena sebagian besar unsur peristiwa hukum terjadi di negara tersebut.
Berdasarkan teori-teori pokok dalam HPI, terdapat beberapa asas yang digunakan untuk menentukan hukum yang berlaku terhadap kontrak internasional, yaitu:
- Asas Lex Loci Contractus – Hukum negara tempat kontrak dibuat.
Karena kontrak ditandatangani di Barcelona, maka hukum Spanyol berlaku terhadap keabsahan kontrak. - Asas Lex Loci Solutionis – Hukum negara tempat kontrak dilaksanakan.
Karena pelaksanaan pembayaran dilakukan di Spanyol, maka hukum Spanyol juga menjadi dasar penyelesaian sengketa. - Asas Party Autonomy – Kebebasan para pihak menentukan hukum yang berlaku.
Karena tidak terdapat klausul pilihan hukum dalam kontrak, maka lex loci contractus dan lex loci solutionis menjadi dasar penentuan hukum yang berlaku.
Dengan demikian, hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara PT Kemalam dan PT Lsiang adalah hukum Spanyol, karena seluruh aspek penting kontrak berhubungan dengan wilayah hukum tersebut.
Dari segi yurisdiksi, pengadilan Spanyol berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara ini, sesuai prinsip umum bahwa pengadilan yang berwenang adalah pengadilan di tempat terjadinya peristiwa hukum atau pelaksanaan perjanjian.
Prinsip ini sejalan dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa pengadilan memiliki yurisdiksi atas perkara yang terjadi di wilayah hukumnya.
Namun, apabila dalam kontrak terdapat klausul arbitrase internasional, penyelesaian sengketa dapat dialihkan ke lembaga arbitrase seperti International Chamber of Commerce (ICC) di Paris atau Singapore International Arbitration Centre (SIAC).
Kasus antara PT Kemalam dan PT Lsiang menunjukkan pentingnya penerapan teori titik taut dalam menentukan hukum yang berlaku dalam sengketa lintas negara. Berdasarkan asas lex loci contractus dan lex loci solutionis, hukum Spanyol menjadi hukum yang paling tepat diterapkan. Hal ini membuktikan bahwa Hukum Perdata Internasional berfungsi tidak hanya sebagai pedoman teknis, tetapi juga sebagai instrumen keadilan lintas batas negara.
Sumber Referensi:
– Basuki, Zulfa Djoko, dkk. (2021). Hukum Perdata Internasional. Universitas Terbuka.
– Materi UT: Sesi 2 – Titik Taut dalam Hukum Perdata Internasional. Universitas Terbuka.
– Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Buku III tentang Perikatan.
– Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
– Journal of Law and Justice, Vol. 1 No. 1 (2023): “Penerapan Asas Lex Loci Contractus dan Lex Causae terhadap Perkara IPB dan Amerika dalam Hukum Perdata Internasional.”
Karya: Andi Hendra
Komentar