BuletinNews.com – Tulisan ini menganalisis konflik antara Negara X dan Negara Y atas wilayah perairan di Laut Z berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 dan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik. Sengketa ini tidak hanya mencakup klaim tumpang tindih atas Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen, tetapi juga berujung pada krisis diplomatik yang mencakup penahanan awak kapal dan penyerangan terhadap kedutaan besar. Penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa maritim harus didasarkan pada mekanisme hukum internasional yang telah ditetapkan dan negara memiliki tanggung jawab hukum untuk melindungi misi diplomatik asing.
Pendahuluan: Dalam era globalisasi, sengketa antarnegara mengenai wilayah laut semakin kompleks. Klaim atas wilayah perairan yang kaya akan sumber daya sering menimbulkan konflik, yang dapat berkembang menjadi krisis diplomatik. Kasus antara Negara X dan Negara Y yang terjadi pada tahun 2020 mencerminkan dinamika ini. Sengketa terjadi atas wilayah perairan di Laut Z yang kaya akan cadangan energi, dengan masing-masing pihak mengklaim hak atas dasar UNCLOS 1982. Perselisihan ini semakin rumit dengan keterlibatan militer dan pelanggaran terhadap misi diplomatik, menimbulkan konsekuensi hukum internasional.
1. Analisis Hukum Laut dalam Sengketa Wilayah Negara X mengklaim wilayah tersebut sebagai bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 180 mil laut dari garis pantainya, berdasarkan Pasal 57 UNCLOS 1982. Sementara Negara Y menyatakan wilayah itu bagian dari landas kontinen yang merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UNCLOS.
Dalam kasus tumpang tindih klaim maritim, UNCLOS 1982 melalui Pasal 74 dan 83 mengatur bahwa delimitasi ZEE dan landas kontinen harus dilakukan melalui perjanjian atas dasar hukum internasional yang berlaku, dengan memperhatikan prinsip ekuitas. Oleh karena itu, kedua klaim tidak dapat dibenarkan secara sepihak, dan penyelesaian wajib dilakukan melalui negosiasi atau forum internasional.
2. Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Maritim Tindakan Negara Y yang menahan awak kapal penelitian Negara X di wilayah sengketa merupakan pelanggaran terhadap prinsip kebebasan pelayaran di wilayah yang belum memiliki delimitasi resmi. UNCLOS 1982 menegaskan bahwa semua perselisihan yang timbul harus diselesaikan secara damai, sebagaimana tercantum dalam Pasal 279 hingga 298.
Mekanisme penyelesaian yang dapat digunakan meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi, serta penyelesaian melalui Mahkamah Internasional (ICJ), ITLOS, atau arbitrase internasional sebagaimana diatur dalam Annex VII dan VIII UNCLOS. Tindakan militer sepihak tidak dibenarkan dan berpotensi memicu tanggung jawab internasional.
3. Hukum Diplomatik dan Perlindungan Kedutaan Penyerangan terhadap Kedutaan Besar Negara Y oleh massa di ibu kota Negara X merupakan pelanggaran serius terhadap Konvensi Wina 1961. Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 29, negara penerima memiliki kewajiban untuk melindungi misi diplomatik dari segala bentuk serangan atau gangguan.
Berdasarkan file referensi oleh Yonathan Yogy dan Ida Kurnia (2020), kegagalan negara untuk mencegah serangan terhadap perwakilan diplomatik menimbulkan tanggung jawab internasional, sebagaimana diatur dalam Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts 2001. Negara X wajib memberikan reparasi dalam bentuk permintaan maaf resmi, jaminan tidak akan mengulangi, dan bentuk satisfaction lainnya.
Kesimpulan: Sengketa maritim antara Negara X dan Negara Y harus diselesaikan melalui mekanisme hukum internasional berdasarkan UNCLOS 1982. Tindakan sepihak baik dalam eksplorasi maupun intervensi militer dapat dianggap pelanggaran. Dalam aspek diplomatik, Negara X bertanggung jawab penuh atas penyerangan terhadap Kedutaan Negara Y dan harus memberikan reparasi sesuai prinsip tanggung jawab negara.
Daftar Pustaka:
– Buku Materi Pokok Hukum Internasional: ILSI4310. Universitas Terbuka.
– United Nations. (1982). United Nations Convention on the Law of the Sea. https://www.un.org/Depts/los
– United Nations. (1961). Vienna Convention on Diplomatic Relations. https://legal.un.org/ilc.
– Yonathan Yogy & Ida Kurnia. (2020). Tanggung Jawab Negara Terhadap Perlindungan Pejabat Diplomatik Menurut Konvensi Wina 1961.
– International Law Commission. (2001). Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts.
Komentar