
BuletinNews.com – Korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum biasa, melainkan extraordinary crime (kejahatan luar biasa) yang menimbulkan kerusakan sistemik terhadap keuangan negara dan moralitas bangsa. Karena sifatnya yang kompleks, pemberantasan korupsi menuntut pendekatan hukum yang tidak hanya formal, tetapi juga substantif dan berkeadilan. Salah satu aspek penting dalam analisis hukum pidana korupsi ialah konsep “melawan hukum”, yang menjadi unsur utama dalam delik korupsi.
1. Perkembangan Konsep Melawan Hukum
Dalam hukum pidana, konsep “melawan hukum” mengalami perkembangan dari pengertian formil menuju materiel. Artinya, perbuatan yang tidak secara eksplisit diatur dalam undang-undang tetap dapat dianggap melawan hukum apabila bertentangan dengan rasa keadilan dan kepatutan masyarakat.
Tokoh hukum seperti Ch. J. Enschede menyebut perbuatan pidana harus memiliki unsur melawan hukum dan kesalahan. Sementara itu, Pompe memperluas makna “melawan hukum” tidak hanya pada pelanggaran undang-undang tertulis, tetapi juga pada norma sosial dan etika tidak tertulis.
Menurut Lamintang, istilah wederrechtelijk berarti bertentangan dengan hukum objektif maupun hak subjektif orang lain. Pendapat ini memperkuat pandangan bahwa melawan hukum bukan hanya aspek legal formal, tetapi juga moral dan sosial.
2. Melawan Hukum Formil dan Materiel dalam UU Tipikor
Menurut Pujiyono (2025) dalam bukunya Tindak Pidana Korupsi (BMP HKUM4310), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menganut kedua ajaran tersebut: formil dan materiel.
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor semula menyebut bahwa “melawan hukum” mencakup arti formil dan materiel, sehingga suatu perbuatan dapat dipidana walaupun tidak secara eksplisit diatur, selama dianggap bertentangan dengan norma keadilan dan kepatutan masyarakat.
Contohnya, Putusan Mahkamah Agung Nomor 275 K/Pid/1982 (kasus Raden Sonson Natalegawa) menunjukkan bahwa pelaku dapat dipidana meskipun unsur formil tidak sepenuhnya terpenuhi, karena perbuatannya dianggap tercela secara moral.
3. Perdebatan Hukum dan Putusan Mahkamah Konstitusi
Penerapan konsep melawan hukum materiel menimbulkan perdebatan karena dinilai dapat melanggar asas legalitas (nullum delictum nulla poena sine lege). Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 003/PUU-IV/2006 kemudian membatalkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, dengan alasan bahwa konsep ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
Namun, secara substantif, banyak ahli tetap menilai bahwa pendekatan materiel masih relevan. Eddy O.S. Hiariej (2021) berpendapat bahwa dalam kasus korupsi yang sulit dibuktikan secara formil, ajaran melawan hukum materiel tetap diperlukan untuk menegakkan keadilan substantif.
4. Keseimbangan antara Legalitas dan Keadilan
Dari berbagai pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep “melawan hukum” dalam tindak pidana korupsi harus bersifat integratif, yaitu menggabungkan unsur formil dan materiel secara proporsional.
Pendekatan formil menjamin kepastian hukum sesuai asas legalitas, sedangkan pendekatan materiel menjaga keadilan sosial dan moral dalam praktik penegakan hukum. Kombinasi keduanya menjadi penting agar pemberantasan korupsi tetap efektif tanpa melanggar prinsip-prinsip negara hukum.
Konsep “melawan hukum” dalam tindak pidana korupsi merefleksikan upaya untuk menyeimbangkan dua nilai dasar hukum: kepastian dan keadilan. Walaupun Mahkamah Konstitusi telah membatalkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, penerapan ajaran melawan hukum materiel tetap relevan dalam konteks pemberantasan korupsi yang bersifat luar biasa.
Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan hukum yang progresif namun tetap konstitusional, agar keadilan substantif dapat diwujudkan tanpa mengorbankan asas legalitas.
Daftar Pustaka
– Pujiyono. (2025). Tindak Pidana Korupsi (BMP HKUM4310). Universitas Terbuka.
– Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
– Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 tentang Uji Materiil Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor.
– Eddy O.S. Hiariej. (2021). Hukum Pidana (BMP HKUM4203). Universitas Terbuka.
– Putusan Mahkamah Agung Nomor 275 K/Pid/1982 (Kasus Raden Sonson Natalegawa).
Karya: Andi Hendra







Komentar