
BuletinNews.com – Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, pra-peradilan memegang peranan penting sebagai mekanisme hukum yang menjamin agar tindakan aparat penegak hukum, khususnya pada tahap penyidikan dan penuntutan, dilakukan sesuai prosedur. Lembaga ini diatur secara eksplisit dalam Pasal 77 hingga Pasal 83 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Eddy (2021) dalam Hukum Acara Pidana (BMP HKU4406), pra-peradilan bertujuan melindungi hak-hak tersangka dari potensi penyalahgunaan wewenang penyidik maupun penuntut umum. Dengan demikian, pra-peradilan merupakan bentuk kontrol yudisial (judicial control) terhadap proses hukum pidana sebelum suatu perkara diperiksa di pengadilan.
Pra-peradilan bukanlah bagian dari pemeriksaan pokok perkara, melainkan mekanisme pengawasan atas keabsahan tindakan aparat penegak hukum. Berdasarkan Pasal 77 KUHAP, pengadilan negeri berwenang memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, serta permintaan ganti kerugian dan rehabilitasi.
Oleh karena itu, putusan pra-peradilan menjadi fondasi penting bagi kelanjutan proses pidana. Apabila hasil pra-peradilan menyatakan penyidikan tidak sah, maka seluruh proses selanjutnya, termasuk surat dakwaan, kehilangan dasar hukum.
Permasalahan muncul ketika jaksa penuntut umum mengajukan surat dakwaan sebelum pra-peradilan selesai diputus. Berdasarkan Pasal 143 KUHAP, surat dakwaan yang sah hanya dapat diajukan jika seluruh tahapan penyidikan telah dilakukan secara sah dan tidak cacat hukum.
Apabila sah atau tidaknya penyidikan masih diuji melalui pra-peradilan, maka pengajuan dakwaan menjadi prematur. Jika kemudian pra-peradilan memutus bahwa penyidikan tidak sah, maka dakwaan yang sudah diajukan kehilangan legitimasi hukum dan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Tindakan ini juga bertentangan dengan asas due process of law dan fair trial, yang menuntut agar seluruh proses hukum menghormati hak tersangka dan dilakukan secara berkeadilan.
Menurut Nandang Alamsah Deliarnoor (2023) dalam Sistem Hukum Indonesia, setiap proses hukum pidana harus menjamin hak-hak tersangka. Mengajukan dakwaan sebelum putusan pra-peradilan tidak hanya mengganggu asas keadilan, tetapi juga melanggar prinsip kepastian hukum (legal certainty) sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Ketidakpastian ini tidak hanya merugikan tersangka, tetapi juga dapat menimbulkan kekacauan prosedural di pengadilan. Jika pengadilan tetap memeriksa perkara yang berangkat dari penyidikan tidak sah, maka putusannya berpotensi batal demi hukum (null and void).
Beberapa ahli hukum, seperti Andi Hamzah (2018), menegaskan bahwa pra-peradilan memiliki kedudukan strategis dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, jaksa penuntut umum seharusnya menunda pengajuan dakwaan sampai adanya putusan pra-peradilan yang sah.
Langkah ini penting untuk menjaga legitimasi hukum dan integritas sistem peradilan. Dengan menunggu putusan pra-peradilan, aparat penegak hukum dapat memastikan bahwa dakwaan yang diajukan benar-benar berdasar pada proses penyidikan yang sah dan konstitusional.
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa pengajuan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum sebelum putusan pra-peradilan merupakan tindakan yang tidak tepat secara hukum. Hal ini melanggar asas keadilan, kepastian hukum, serta perlindungan hak tersangka.
Pra-peradilan memiliki peran vital sebagai pengawas keabsahan proses penyidikan dan penuntutan. Oleh karena itu, jaksa penuntut umum seharusnya menunda pengajuan dakwaan hingga pra-peradilan diputus secara sah dan berkekuatan hukum tetap, demi menjaga legitimasi proses hukum dan integritas sistem peradilan pidana di Indonesia.
Sumber referensi:
– Eddy. (2021). Hukum Acara Pidana (BMP HKU4406). Universitas Terbuka.
– Deliarnoor, Nandang Alamsah. (2023). Sistem Hukum Indonesia (BMP ISIP4131). Universitas Terbuka.
– Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
– Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
– Hamzah, Andi. (2018). Hukum Acara Pidana Indonesia. Ghalia Indonesia.
– Jurnal Mimbar Hukum. (2018). “Kedudukan Hukum Pra-Peradilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.” Universitas Gadjah Mada.
– Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan. (2024). “Kedudukan Praperadilan dalam Perspektif Kepastian Hukum.” Universitas Lambung Mangkurat.











Komentar