
BuletinNews.com – Dalam praktik bisnis modern, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) tidak lagi dipandang sebagai pelengkap aset perusahaan, melainkan telah menjadi core asset yang menentukan nilai ekonomi serta daya saing suatu badan usaha. Menurut Sudjana (2021) dalam Hukum Kekayaan Intelektual, HKI mencakup hak eksklusif yang melekat pada hasil karya intelektual manusia, seperti merek, paten, desain industri, rahasia dagang, dan hak cipta. Hak-hak tersebut dapat dialihkan, diwariskan, atau dijadikan objek transaksi bisnis.
Nindyo Pramono (2024) dalam Hukum Bisnis menegaskan bahwa transaksi korporasi seperti merger dan akuisisi tidak semata-mata bertujuan memperoleh aset fisik, tetapi juga untuk menguasai aset intelektual yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti merek dagang, formula rahasia, dan hak paten. Sementara itu, menurut Nyulistiowati Suryanti (2021) dalam Hukum Perusahaan, pengelolaan serta pengalihan HKI harus tunduk pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), melalui keputusan organ perusahaan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.
Kasus akuisisi PT Rasa Baru oleh PT Boga Raya tidak didasari semata-mata oleh nilai aset fisik, melainkan karena nilai strategis aset tak berwujud (intangible asset) berupa rahasia dagang, yakni resep rahasia saus yang menjadi inti inovasi dan sumber keunggulan kompetitif PT Rasa Baru.
Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, memiliki nilai ekonomi karena bermanfaat dalam kegiatan usaha, serta dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya.
Resep rahasia saus tersebut memenuhi kriteria sebagai rahasia dagang karena merupakan hasil formulasi yang tidak diketahui publik, memiliki nilai ekonomi tinggi, dan sulit ditiru oleh pesaing.
Dengan demikian, tujuan utama akuisisi PT Boga Raya adalah untuk menguasai HKI berupa rahasia dagang milik PT Rasa Baru, bukan semata memperluas aset produksi. Jenis HKI yang paling relevan dalam kasus ini adalah Rahasia Dagang, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 30 Tahun 2000, yang menegaskan bahwa pemilik rahasia dagang berhak menggunakan sendiri, memberikan lisensi, atau melarang pihak lain menggunakan rahasia dagangnya.
Contoh serupa dapat ditemukan pada akuisisi Coca-Cola Company terhadap perusahaan pembuat formula cola pada awal abad ke-20, di mana nilai perusahaan tersebut terletak bukan pada aset fisiknya, melainkan pada formula rahasia minuman cola yang menjadi identitas global hingga kini.
Melalui akuisisi PT Rasa Baru, PT Boga Raya dapat memperluas pasar dengan produk inovatif, mencegah pesaing mengakses formula serupa, serta memperkuat portofolio HKI melalui trade secret licensing dan pengembangan produk turunan (derivative products).
Dengan demikian, akuisisi tersebut merupakan strategi bisnis berbasis HKI yang bertujuan menguasai inovasi dan mempertahankan daya saing jangka panjang di industri makanan.
Kasus perselisihan antara Direksi dan Dewan Komisaris PT Sehat Selalu berawal dari rencana Direksi untuk menjual paten atas obat sakit kepala yang menjadi produk unggulan perusahaan. Direksi beralasan bahwa penjualan tersebut akan memberikan keuntungan tunai besar, sementara Dewan Komisaris menolak dengan pertimbangan bahwa langkah tersebut dapat mengorbankan keunggulan kompetitif dan posisi strategis perusahaan di pasar.
Menurut Nyulistiowati Suryanti (2021), organ perusahaan terdiri atas RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris. RUPS merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan; Direksi bertugas menjalankan pengurusan dan operasional perusahaan sehari-hari; sedangkan Dewan Komisaris berperan melakukan pengawasan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Ketiga organ ini berfungsi secara checks and balances untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan.
Berdasarkan Pasal 92 dan 97 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), Direksi memang memiliki kewenangan mengurus kekayaan perusahaan, termasuk aset intelektual seperti paten. Namun, pengalihan aset strategis yang berpotensi memengaruhi kelangsungan usaha harus mendapat persetujuan RUPS sebagaimana diatur dalam Pasal 102 ayat (1) UUPT.
Karena paten obat sakit kepala merupakan aset utama dan sumber pendapatan perusahaan, maka keputusan untuk menjualnya tidak dapat diambil sepihak oleh Direksi. Prosedur yang harus ditempuh meliputi:
1. Direksi mengajukan rencana penjualan paten disertai analisis bisnis dan proyeksi keuntungan kepada Dewan Komisaris.
2. Dewan Komisaris memberikan pendapat serta rekomendasi; berdasarkan Pasal 108 UUPT, Komisaris berhak menolak atau meminta revisi apabila rencana tersebut dinilai tidak sejalan dengan kepentingan perusahaan.
3. RUPS menetapkan keputusan final karena mewakili kepentingan para pemegang saham.
4. Jika disetujui, Direksi wajib melaksanakan keputusan tersebut dengan itikad baik, transparan, dan melaporkannya dalam laporan tahunan.
Menurut Nindyo Pramono (2024), keputusan strategis seperti penjualan paten harus mempertimbangkan keberlanjutan (sustainability) dan nilai perusahaan (corporate value), bukan sekadar keuntungan jangka pendek. Prinsip fiduciary duty mengharuskan Direksi bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan dan pemegang saham.
Dengan demikian, keputusan akhir mengenai penjualan paten PT Sehat Selalu berada di tangan RUPS, bukan Direksi maupun Komisaris secara individual. Direksi berperan mengusulkan dan melaksanakan keputusan, sedangkan Komisaris bertugas mengawasi serta memberikan rekomendasi. Keputusan RUPS menjadi sah apabila diambil berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, serta berorientasi pada kepentingan jangka panjang perusahaan.
Sumber Referensi:
– Nindyo Pramono. (2024). Hukum Bisnis (BMP EKMA4316). Universitas Terbuka.
– Nyulistiowati Suryanti. (2021). Hukum Perusahaan (BMP HKUM4303). Universitas Terbuka.
– Sudjana. (2021). Hukum Kekayaan Intelektual (BMP HKUM4302). Universitas Terbuka.
– Republik Indonesia. (2000). Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
– Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
– Republik Indonesia. (2016). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.
– Santoso, R. (2020). “Peran RUPS dalam Pengambilan Keputusan Strategis Korporasi.” Jurnal Hukum dan Bisnis Indonesia.
Karya: Andi Hendra (Jurnal Hukum Bisnis)











Komentar