Sinergi Karakter Bangsa dan Peran Masyarakat dalam Pencegahan Korupsi

BuletinNews.com – Di tengah meningkatnya kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik, muncul pertanyaan mendasar: mengapa upaya pencegahan yang telah disusun pemerintah belum mampu menghentikan laju penyimpangan? Penelusuran terhadap strategi non-penal mengungkap dua elemen penting yang kerap menjadi sorotan, yakni pembentukan karakter bangsa dan peran serta masyarakat sebagai pengawas kekuasaan. Kedua pilar ini berada di garis depan dalam upaya menekan praktik korupsi yang terus berevolusi.

Pembentukan karakter bangsa secara teoritis menjadi akar dari pencegahan korupsi jangka panjang. Melalui internalisasi nilai integritas, kejujuran, dan budaya antikorupsi sejak usia dini, negara berupaya membangun fondasi moral bagi generasi mendatang. Pujiyono menekankan bahwa akar korupsi sering kali terletak pada pola pikir permisif dan toleransi terhadap penyimpangan. Selama masyarakat masih menganggap pelanggaran sebagai hal yang “wajar”, tindakan koruptif akan terus menemukan ruang untuk berkembang. Karena itu, pendidikan karakter dan etika publik menjadi tonggak utama dalam memutus mata rantai permisivitas tersebut.

Namun, pembentukan karakter bukanlah proses yang bekerja dalam hitungan hari. Ia memerlukan waktu, konsistensi, serta dukungan sistem pendidikan nasional yang solid. Di sisi lain, praktik korupsi yang bersifat struktural membuat hasilnya tidak langsung terasa. Di sinilah peran masyarakat muncul sebagai mekanisme kontrol sosial yang lebih cepat dan bersifat korektif.

Menurut Nandang Alamsah, masyarakat merupakan garda terdepan dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Melalui pengawasan proyek publik, laporan dugaan korupsi, advokasi kebijakan, hingga desakan agar pemerintah membuka akses informasi, masyarakat dapat menghambat potensi penyalahgunaan wewenang secara langsung. Peran ini juga sejalan dengan amanat UU Tipikor yang memberikan ruang partisipasi publik untuk memastikan prinsip transparansi dan akuntabilitas berjalan sebagaimana mestinya.

Investigasi terhadap efektivitas kedua elemen ini menunjukkan bahwa meskipun pembentukan karakter adalah fondasi penting, sifatnya jangka panjang. Sementara itu, tingkat korupsi yang masih tinggi menuntut respons yang cepat. Di sinilah urgensi pengawasan masyarakat menjadi lebih menonjol. Partisipasi publik memiliki daya tekan yang nyata, terutama dalam konteks penyimpangan anggaran, praktik suap, atau manipulasi proyek negara yang terjadi secara langsung di lapangan.

Namun strategi pencegahan hanya bisa berjalan efektif jika keduanya dipadukan. Pembentukan karakter tanpa pengawasan publik akan kehilangan kekuatan korektif, sementara pengawasan masyarakat tanpa fondasi etika berisiko tidak berkelanjutan. Dengan demikian, strategi non-penal yang ideal memerlukan harmonisasi antara investasi moral jangka panjang dan kontrol sosial yang bersifat segera.

Kesimpulannya, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan sinergi antara pembentukan karakter bangsa dan penguatan peran serta masyarakat. Dalam kondisi darurat korupsi saat ini, peran masyarakat memiliki urgensi lebih cepat, namun tetap harus didukung oleh pendidikan karakter agar sistem pencegahan korupsi yang berkelanjutan dapat tercipta.

Artikel Hukum Karya Andi Hendra 

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Komentar