Penyelesaian Sengketa Zona Ekonomi Eksklusif dalam Hukum Internasional

BuletinNews.com – Mahkamah Internasional (ICJ) merupakan organ peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berperan dalam menyelesaikan sengketa antarnegara berdasarkan hukum internasional. Artikel ini menganalisis prinsip yurisdiksi ICJ, mengevaluasi kelebihan dan kelemahannya dibandingkan mekanisme penyelesaian lain, serta menawarkan strategi hukum bagi Negara A dalam menghadapi sengketa ZEE dengan Negara B yang menolak yurisdiksi ICJ. Kajian dilakukan melalui studi pustaka dari referensi nasional dan internasional, termasuk Statuta ICJ, UNCLOS 1982, serta putusan-putusan penting ICJ. Hasilnya menunjukkan bahwa yurisdiksi ICJ bersifat sukarela dan tidak dapat dipaksakan tanpa persetujuan negara tergugat. Alternatif melalui arbitrase Annex VII UNCLOS dan ITLOS dinilai lebih efektif dalam konteks sengketa maritim.

Pendahuluan: Penyelesaian sengketa antarnegara merupakan elemen penting dalam menjaga ketertiban internasional. Mahkamah Internasional (ICJ) menjadi forum utama dalam penyelesaian sengketa hukum antarnegara di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, efektivitas ICJ kerap diperdebatkan, terutama karena yurisdiksinya bersifat sukarela. Artikel ini membahas kasus hipotetik sengketa ZEE antara Negara A dan Negara B, menganalisis prinsip yurisdiksi ICJ, mengevaluasi kelebihan-kelemahan ICJ dibanding forum lain, dan merumuskan strategi hukum untuk Negara A.

Prinsip Yurisdiksi ICJ Berdasarkan Pasal 36 Statuta ICJ, yurisdiksi ICJ hanya berlaku atas dasar persetujuan para pihak. Persetujuan dapat berbentuk klausula kompromitori, perjanjian khusus (compromis), atau deklarasi sepihak. Dalam kasus ini, Negara B menolak yurisdiksi ICJ. Mengacu pada putusan Monetary Gold (1954), ICJ tidak dapat memeriksa perkara tanpa persetujuan semua pihak yang berkepentingan.

Kelebihan dan Kelemahan ICJ Kelebihan ICJ meliputi putusan bersifat mengikat, legitimasi tinggi, dan preseden hukum internasional. Kelemahannya, yurisdiksi sukarela, proses panjang dan biaya besar, serta terbatasnya mekanisme pemaksaan pelaksanaan putusan.

Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternatif yang lebih fleksibel adalah arbitrase Annex VII UNCLOS dan ITLOS. Kasus South China Sea Arbitration (2016) menjadi preseden penting, di mana arbitrase berjalan tanpa persetujuan tergugat. Negosiasi diplomatik juga dapat ditempuh meskipun tidak mengikat secara hukum.

Strategi Hukum untuk Negara A Negara A dapat menempuh arbitrase Annex VII UNCLOS atau ITLOS karena menyangkut ZEE. Selain itu, upaya kompromis atau forum prorogatum dapat dipertimbangkan jika Negara B pernah menyatakan persetujuan yurisdiksi ICJ sebelumnya.

Kesimpulan: Yurisdiksi ICJ bersifat consent-based, sehingga Mahkamah tidak dapat memeriksa sengketa tanpa persetujuan Negara B. Penyelesaian melalui arbitrase Annex VII UNCLOS atau ITLOS lebih realistis. Negosiasi diplomatik tetap penting sebagai langkah awal sebelum membawa ke forum hukum.

Daftar Pustaka:
Ambarwati, A. (2020). Penyelesaian Sengketa Batas Maritim Negara-Negara Asia Tenggara Melalui Pengadilan Internasional (ICJ) dan Tribunal Hukum Laut (ITLOS). Jurnal Hukum Internasional, 18(1), 45-66.
– Utomo, A. (2018). Prinsip Yurisdiksi Mahkamah Internasional dalam Penyelesaian Sengketa Internasional antar Negara. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 25(1), 110-128.
– Rahardjo, B. (2019). Penyelesaian Sengketa Internasional Terkait Zona Ekonomi Eksklusif Berdasarkan UNCLOS 1982. Jurnal RechtsVinding, 8(2), 205-225.
– Statuta Mahkamah Internasional, 1945.
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), 1982.

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Komentar