Mengapa Hukum Dipengaruhi oleh Faktor Politis, Sosiologis, dan Filosofis seperti Dikatakan Kelsen

Kolaka, BuletinNews.com – Hukum dalam kehidupan masyarakat tidak hanya berdiri sebagai seperangkat aturan formal. Ia juga merupakan cerminan dari nilai-nilai budaya, kekuatan sosial, dan ideologi politik yang berkembang di tengah masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pembentukan dan pelaksanaannya, hukum tidak dapat dilepaskan dari pengaruh faktor-faktor politis, sosiologis, dan filosofis.

Hans Kelsen, dalam karyanya The Pure Theory of Law (Ajaran Murni tentang Hukum), meskipun menekankan bahwa hukum harus dipisahkan dari aspek-aspek non-yuridis agar tetap objektif dan ilmiah, tetap mengakui bahwa hukum dalam realitasnya tidak terlepas dari pengaruh sosial-politik dan nilai-nilai filosofis masyarakat.

Menurut Kelsen, hukum adalah sistem kaidah yang tersusun secara hierarkis, dengan norma tertinggi yang disebut Grundnorm. Meskipun teorinya bersifat normatif dan “murni”, dalam penerapannya, hukum tidak bisa berdiri sendiri. Ia hidup dalam masyarakat, dibentuk, ditafsirkan, dan dilaksanakan oleh individu yang terikat dalam struktur sosial, pandangan politik, serta sistem nilai filosofis tertentu.

Oleh karena itu, menurut pandangan saya, hukum senantiasa dipengaruhi oleh faktor-faktor politis, sosiologis, dan filosofis karena hukum adalah produk dari manusia dan masyarakat yang kompleks. Faktor politis berpengaruh karena hukum kerap digunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan atau sarana untuk mencapai kepentingan politik tertentu. Faktor sosiologis menentukan efektivitas hukum karena hukum harus sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat agar dapat diterapkan secara nyata—sebagaimana dikemukakan Eugen Ehrlich melalui konsep living law. Sedangkan faktor filosofis memberikan dasar moral dan etis bagi hukum, termasuk prinsip keadilan, hak asasi, dan kebebasan individu.

Sebagai contoh konkret, kita dapat melihat pada penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia. Secara normatif, UU ITE merupakan bagian dari hukum positif. Namun secara politis, UU ini sering kali digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam kritik terhadap kekuasaan (aspek politis). Dari sisi sosiologis, meningkatnya aktivitas masyarakat Indonesia di media sosial menjadikan UU ini relevan dan banyak digunakan (aspek sosiologis). Namun dari sisi filosofis, masih menjadi perdebatan apakah UU ini mencerminkan keadilan dan menjamin kebebasan berekspresi (aspek filosofis).

Dengan demikian, hukum tidak bisa dipahami hanya sebagai kaidah formal sebagaimana diajarkan dalam mazhab formalis. Ia harus dilihat dalam kerangka sosiologis dan filosofis agar benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, hukum perlu senantiasa terhubung erat dengan dinamika politik, struktur sosial, dan nilai-nilai filsafat yang hidup dalam suatu negara. Pemahaman atas interaksi ini penting untuk mewujudkan hukum yang adil, responsif, dan efektif.

Sumber:

Yoyok Hendarso. (2022). Sosiologi Hukum. Bahan Materi Pokok (BMP) SOSI4416. Universitas Terbuka.

Oleh: Andi Hendra



IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Komentar