
BuletinNews.com – Mediasi merupakan instrumen penting dalam sistem peradilan perdata Indonesia, termasuk perkara perceraian di Pengadilan Agama. Sebelum pemeriksaan pokok perkara dimulai, para pihak diwajibkan untuk menempuh proses mediasi sebagaimana diatur dalam Pasal 130 HIR, Pasal 154 RBg, dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Artikel ini mengkaji pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian dengan menyoroti prosedur, peran mediator, serta langkah hukum yang dapat ditempuh apabila kesepakatan mediasi tidak dijalankan. Analisis ini merujuk pada pandangan Benny Riyanto (2024), Rosa Agustina (2021), dan Nandang Alamsah Deliarnoor (2021) yang menegaskan bahwa mediasi mencerminkan nilai musyawarah dan keadilan sosial sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
Dalam sistem hukum nasional Indonesia, penyelesaian sengketa secara damai merupakan manifestasi dari asas musyawarah dan perdamaian. Proses mediasi di pengadilan bertujuan mengedepankan solusi kekeluargaan sebelum perkara berlanjut ke putusan. Kasus perceraian antara Iwan dan Siti mencerminkan penerapan prinsip ini. Namun, muncul persoalan ketika salah satu pihak tidak melaksanakan isi kesepakatan mediasi, menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas mekanisme hukum tersebut.
Prosedur Mediasi dalam Perkara Perceraian
Menurut Benny Riyanto (2024), mediasi merupakan bagian integral dari hukum acara perdata, bertujuan mencapai perdamaian dengan bantuan mediator netral. Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2016, prosedur mediasi mencakup:
1. Penunjukan Mediator – ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak atau ditetapkan oleh Ketua Majelis Hakim.
2. Pelaksanaan Mediasi – meliputi pernyataan pembukaan, penyampaian posisi para pihak, perundingan, negosiasi, dan penyusunan kesepakatan.
3. Hasil Mediasi – bila berhasil, kesepakatan dituangkan dalam akta perdamaian yang memiliki kekuatan eksekutorial; bila gagal, mediator melaporkannya kepada hakim untuk melanjutkan perkara.
Rosa Agustina (2021) menegaskan bahwa akta perdamaian bersifat mengikat dan memiliki kekuatan hukum tetap (nebis in idem), menegakkan asas pacta sunt servanda.
Peran Mediator dalam Perkara Perceraian
– Mediator berperan sebagai fasilitator netral, menjaga kerahasiaan, dan memberikan edukasi hukum bagi para pihak.
– Sebagai fasilitator netral, mediator membantu para pihak merumuskan solusi tanpa memihak.
– Sebagai penjaga kerahasiaan, mediator wajib melindungi informasi yang muncul selama proses mediasi (Pasal 8 PERMA No. 1 Tahun 2016).
– Sebagai edukator hukum, menurut Reno Wikandaru (2023), mediator menanamkan nilai demokrasi deliberatif dan tanggung jawab hukum.
– Sebagai pelapor, mediator wajib menyerahkan hasil mediasi kepada hakim pemeriksa perkara.
Langkah Hukum Jika Kesepakatan Tidak Dijalankan
Apabila salah satu pihak mengingkari kesepakatan yang telah disahkan (misalnya Siti menghalangi hak kunjungan anak bagi Iwan), dua langkah hukum dapat ditempuh:
1. Eksekusi Akta Perdamaian – sesuai Pasal 130 HIR, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi karena akta perdamaian memiliki kekuatan eksekutorial.
2. Gugatan Wanprestasi – jika kesepakatan tidak disahkan, pihak yang dirugikan dapat menggugat berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata.
Nandang Alamsah Deliarnoor (2021) menegaskan bahwa langkah ini merupakan perwujudan keadilan formal yang menjamin kepastian hukum.
Nilai Pancasila dalam Prinsip Mediasi
Mediasi merefleksikan nilai dasar hukum nasional yang bersumber dari Pancasila, antara lain:
– Kemanusiaan yang adil dan beradab, dengan mengedepankan empati dan penghormatan hak para pihak.
– Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan, sebagai landasan musyawarah mufakat.
Dengan demikian, mediasi bukan sekadar prosedur hukum, melainkan juga sarana penegakan keadilan substantif berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa.
Karya: Andi Hendra











Komentar