
BuletinNews.com – Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance atau GCG) merupakan fondasi penting dalam menjaga keberlanjutan usaha dan kepercayaan publik terhadap korporasi. Menurut Nyulistiowati Suryanti (2021) dalam Hukum Perusahaan (BMP HKUM4303), GCG adalah sistem yang mengatur hubungan antara pemegang saham, direksi, komisaris, dan pemangku kepentingan lainnya agar tujuan perusahaan tercapai secara efektif, etis, dan sesuai dengan ketentuan hukum. Penerapan GCG berlandaskan lima prinsip utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab (responsibility), independensi, dan kewajaran (fairness).
Dalam konteks kasus PT Bangun Jaya Abadi, ditemukan adanya pelanggaran terhadap beberapa prinsip tersebut yang berpotensi menurunkan kepercayaan investor dan menimbulkan tanggung jawab hukum bagi direksi serta manajemen perusahaan.
1. Analisis Pelanggaran Prinsip-Prinsip GCG
Berdasarkan uraian kasus, terdapat dua pelanggaran utama terhadap prinsip GCG, yaitu:
1. Tidak adanya keterbukaan informasi mengenai keterlambatan proyek kepada investor; dan
2. Pemberian fasilitas khusus kepada pemegang saham mayoritas.
a. Prinsip Transparansi
Menurut Suryanti (2021) serta Pasal 97 ayat (2) dan Pasal 108 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), direksi wajib menjalankan pengurusan perseroan dengan itikad baik, tanggung jawab penuh, serta keterbukaan atas informasi material yang dapat memengaruhi keputusan investor.
Dalam kasus PT Bangun Jaya Abadi, manajemen menyembunyikan fakta keterlambatan proyek dengan alasan menjaga citra perusahaan. Tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip keterbukaan (disclosure) dan melanggar hak investor untuk memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu. Pelanggaran ini sekaligus bertentangan dengan OECD Principles of Corporate Governance dan Peraturan OJK No.21/POJK.04/2015 tentang penerapan tata kelola perusahaan terbuka.
b. Prinsip Kewajaran (Fairness)
Salah satu asas utama GCG, sebagaimana dijelaskan oleh Cadbury Committee (1992) dan Suryanti (2021), adalah perlakuan yang adil terhadap seluruh pemegang saham, baik mayoritas maupun minoritas.
Pemberian fasilitas khusus kepada pemegang saham mayoritas menunjukkan adanya diskriminasi dan conflict of interest yang melanggar asas kesetaraan pemegang saham (equal treatment of shareholders). Ketentuan ini diatur dalam Pasal 52 dan Pasal 56 UUPT yang menegaskan bahwa setiap pemegang saham memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap saham yang dimilikinya.
c. Prinsip Akuntabilitas
Menurut Nindyo Pramono (2024) dalam Hukum Bisnis, direksi wajib mempertanggungjawabkan setiap keputusan manajerial kepada dewan komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ketidakjujuran dalam melaporkan keterlambatan proyek menunjukkan lemahnya akuntabilitas manajerial.
Kelalaian ini dapat menimbulkan tanggung jawab pribadi (personal liability) sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT, yang menyebutkan bahwa direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila bersalah atau lalai dalam melaksanakan tugasnya.
d. Prinsip Responsibility (Tanggung Jawab Hukum dan Sosial)
Direksi tidak hanya bertanggung jawab kepada pemegang saham, tetapi juga kepada masyarakat dan pemerintah, terutama apabila proyek dibiayai dari dana publik.
Menurut Rosa Agustina (2021) dalam Hukum Perdata, setiap orang yang menimbulkan kerugian karena kelalaiannya wajib menanggung akibat hukum berdasarkan asas neminem laedere (tidak merugikan pihak lain). Dengan demikian, tindakan menyembunyikan keterlambatan proyek yang merugikan negara mencerminkan pelanggaran terhadap prinsip tanggung jawab sosial dan hukum perusahaan.
2. Rekomendasi Penerapan Prinsip GCG untuk Pemulihan Kepercayaan
Agar PT Bangun Jaya Abadi dapat memulihkan reputasi dan meningkatkan nilai perusahaan, penerapan GCG harus dilakukan secara konsisten dan terukur melalui langkah-langkah berikut:
a. Transparansi Informasi
Menerapkan kebijakan corporate disclosure policy dengan melaporkan perkembangan proyek, risiko, serta keterlambatan melalui laporan tahunan dan publikasi resmi kepada investor. Transparansi akan memperkuat kredibilitas dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap integritas manajemen (Suryanti, 2021).
b. Akuntabilitas dan Pengawasan Internal
Mengoptimalkan peran Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam mengawasi direksi, disertai penerapan sistem pengendalian internal dan audit berkala. Hal ini sejalan dengan pandangan Nindyo Pramono (2024) yang menekankan pentingnya corporate self-regulation melalui internal control system.
c. Kewajaran bagi Semua Pemegang Saham
Menjamin kesetaraan hak antara pemegang saham mayoritas dan minoritas, baik dalam hal akses informasi, pembagian dividen, maupun partisipasi dalam keputusan strategis. Ketentuan minority protection clause dalam Anggaran Dasar dapat mencegah dominasi kelompok tertentu.
d. Tanggung Jawab Sosial terhadap Stakeholders
Menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan, sesuai Pasal 74 UUPT. CSR menjadi sarana memperkuat legitimasi sosial dan reputasi perusahaan di sektor publik.
e. Independensi dalam Pengambilan Keputusan
Menjaga agar keputusan manajemen tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau pemegang saham mayoritas, melainkan berorientasi pada kepentingan terbaik perseroan (fiduciary duty). Pembentukan independent director dan independent commissioner sebagaimana diatur dalam POJK No.33/POJK.04/2014 dapat memperkuat prinsip ini.
f. Dampak Positif terhadap Nilai Perusahaan
Implementasi prinsip-prinsip di atas akan memberikan dampak positif berupa:
Peningkatan kepercayaan investor dan akses pendanaan;
– Peningkatan reputasi di mata publik dan regulator;
– Pengurangan risiko hukum dan reputasi; serta
Kasus PT Bangun Jaya Abadi menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap prinsip GCG, khususnya transparansi, akuntabilitas, fairness, dan responsibility, dapat menimbulkan konsekuensi hukum dan reputasi serius bagi perusahaan. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip GCG harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan agar perusahaan dapat tumbuh secara beretika, bertanggung jawab, serta memiliki daya saing jangka panjang di pasar nasional.
Artikel Hukum Karya: Andi Hendra











Komentar