
BuletinNews.com – Rencana Initial Public Offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) tahun 2023 menjadi sorotan publik. Di satu sisi, pemerintah menilai langkah ini sebagai strategi memperkuat modal dan transparansi perusahaan. Namun di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa IPO bisa menjadi pintu masuk privatisasi terselubung yang melemahkan kontrol negara atas sumber daya energi strategis. Apakah kebijakan ini masih sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945?
Fondasi Konstitusional dan Peran BUMN
Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Norma ini menjadi dasar pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaku ekonomi strategis.
Menurut Suryanti (2021), BUMN memiliki dua peran utama: sebagai badan usaha pencari laba dan sebagai alat negara dalam menyediakan pelayanan publik. Sementara Pramono (2021) menegaskan bahwa korporasi modern, termasuk BUMN, harus menyeimbangkan efisiensi ekonomi, tanggung jawab sosial, dan transparansi agar tetap sejalan dengan cita-cita konstitusional.
IPO PGE: Antara Efisiensi dan Privatisasi
Rencana IPO PGE menimbulkan perdebatan hukum dan ekonomi. Pemerintah berargumen bahwa IPO merupakan strategi untuk memperkuat modal dan memperluas partisipasi publik. Namun, sebagian kalangan menilai langkah ini berpotensi mengurangi kendali negara atas sektor energi panas bumi cabang produksi yang termasuk vital bagi negara.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dan Nomor 14/PUU-XVI/2018, ditegaskan bahwa frasa “dikuasai oleh negara” tidak hanya berarti kepemilikan langsung, tetapi juga mencakup fungsi pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan. Artinya, selama negara tetap menjadi pemegang saham mayoritas dan mengendalikan kebijakan strategis, IPO tidak otomatis bertentangan dengan konstitusi.
Pemerintah memastikan bahwa saham yang dilepas hanya sebesar 25%, sementara 75% tetap dimiliki oleh Pertamina. Dengan demikian, kendali mayoritas masih berada di tangan negara. Namun, esensi Pasal 33 ayat (3) menekankan bahwa kekayaan alam harus digunakan untuk “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” IPO yang hanya menguntungkan investor tanpa dampak bagi masyarakat jelas menyalahi prinsip tersebut.
Dimensi Hukum dan Pengawasan Negara
Suryanti (2021) menegaskan bahwa privatisasi melalui IPO dapat diterima sepanjang menjamin akuntabilitas, efisiensi, dan keterbukaan publik, tanpa menghilangkan fungsi sosial BUMN. Hal ini sejalan dengan Pasal 66 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang mengatur kewajiban Public Service Obligation (PSO) untuk menjamin pelayanan publik.
Karenanya, peran pengawasan DPR dan pemerintah menjadi krusial agar IPO PGE tidak berujung pada liberalisasi energi. Negara harus memastikan bahwa orientasi bisnis tetap berpihak pada kepentingan nasional dan rakyat.
Kegiatan Usaha BUMN dan Implementasi Pasal 33
BUMN merupakan wujud nyata dari amanat Pasal 33 UUD 1945. Namun, dalam praktiknya, BUMN sering menghadapi dilema antara mencari laba dan menjalankan fungsi sosial. Pertamina dan PLN, misalnya, harus menyeimbangkan efisiensi ekonomi dengan kewajiban menjaga harga energi yang terjangkau.
Menurut Pramono (2021), keberhasilan BUMN tidak hanya diukur dari keuntungan finansial, tetapi juga dari kemampuannya menciptakan nilai sosial (social value) dan memperkuat daya saing nasional. Karena itu, keseimbangan antara profit dan pelayanan publik menjadi kunci agar BUMN tetap sesuai dengan amanat Pasal 33.
Secara konseptual, rencana IPO PT Pertamina Geothermal Energy tidak otomatis bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, selama negara tetap memegang kendali mayoritas, mengutamakan kesejahteraan rakyat, dan menjaga fungsi sosial BUMN. Namun, risiko penyimpangan tetap ada apabila proses IPO menjurus pada pelepasan kontrol negara atau dominasi kepentingan investor asing.
Kegiatan usaha BUMN di Indonesia secara formal telah berlandaskan konstitusi, tetapi implementasinya masih memerlukan penguatan. Transparansi, efisiensi, dan integritas tata kelola harus terus ditingkatkan agar BUMN benar-benar menjadi agen pembangunan nasional dan penjaga kedaulatan ekonomi rakyat.
Sumber Referensi:
– Suryanti, N. (2021). Hukum Perusahaan (BMP HKUM4303). Universitas Terbuka.
– Pramono, N. (2021). Hukum Bisnis (BMP EKMA4316). Universitas Terbuka.
– Republik Indonesia. (1945). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
– Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
– Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2018). Putusan Nomor 14/PUU-XVI/2018.
– Jurnal Konstitusi. (2017). BUMN dan Penguasaan Negara di Bidang Ketenagalistrikan. Vol. 14 No. 1. https://jurnalkonstitusi.mkri.id/
Karya: Andi Hendra











Komentar