BuletinNews.com – Dalam sistem hukum pidana Indonesia, pemidanaan bertujuan memberikan efek jera serta menjaga ketertiban dan keteraturan sosial. Salah satu elemen penting dalam sistem ini adalah pengelompokan jenis pidana, terutama pidana penjara dan pidana kurungan. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan perbedaan konseptual dan praktis antara pidana penjara dan pidana kurungan, mencakup dasar hukum, karakteristik, tujuan, serta penerapan keduanya dalam praktik.
Pemidanaan merupakan salah satu instrumen utama dalam sistem hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan dan pelanggaran hukum. Dalam konteks Indonesia, pemidanaan tidak hanya dimaksudkan sebagai pembalasan (retributif), tetapi juga bertujuan preventif dan rehabilitatif. Berdasarkan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pidana dibagi menjadi dua jenis, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Di antara pidana pokok, pidana penjara dan pidana kurungan adalah dua bentuk yang paling umum diterapkan. Meskipun keduanya merupakan bentuk sanksi yang membatasi kebebasan seseorang, masing-masing memiliki karakteristik, tujuan, dan konsekuensi hukum yang berbeda.
Dasar Hukum Pemidanaan
Pembagian pidana ke dalam kategori pidana pokok dan tambahan diatur secara eksplisit dalam Pasal 10 KUHP. Pidana penjara disebutkan dalam Pasal 10 huruf a angka 2 KUHP, sedangkan pidana kurungan dalam Pasal 10 huruf a angka 3 KUHP. Penjelasan lebih lanjut mengenai pidana penjara dapat ditemukan dalam Pasal 12 KUHP, sementara pidana kurungan diatur dalam Pasal 19 KUHP. Ketentuan ini memberikan kerangka hukum yang membedakan jenis sanksi pidana berdasarkan sifat dan beratnya tindak pidana.
Karakteristik dan Perbedaan Pidana Penjara dan Pidana Kurungan
Pidana penjara merupakan sanksi terhadap tindak pidana berat, seperti pembunuhan, perampokan, atau korupsi. Sanksi ini dapat dijatuhkan untuk waktu tertentu, yaitu maksimal 15 tahun, atau dalam keadaan tertentu dapat diperpanjang hingga 20 tahun, serta dapat pula berupa pidana penjara seumur hidup (Pasal 12 KUHP). Tujuan pidana penjara tidak hanya sebagai bentuk penghukuman, tetapi juga sebagai sarana pembinaan (resosialisasi), agar narapidana dapat kembali dan berperan aktif di masyarakat setelah menjalani masa hukuman.
Pidana kurungan ditujukan untuk pelanggaran hukum yang bersifat ringan, seperti pelanggaran lalu lintas atau pelanggaran administratif. Durasi pidana kurungan lebih pendek, yakni paling singkat 1 hari dan paling lama 1 tahun, namun dalam kasus pengulangan tindak pidana, dapat diperpanjang hingga 1 tahun 4 bulan (Pasal 19 KUHP). Pidana ini lebih bersifat memberikan efek jera tanpa disertai program pembinaan intensif. Selain itu, pidana kurungan dapat dijatuhkan sebagai pengganti jika pidana denda tidak dibayar, sedangkan pidana penjara tidak memiliki fungsi substitusi seperti itu.
Tempat pelaksanaan pidana penjara dan pidana kurungan juga berbeda. Pidana penjara dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dengan fasilitas pembinaan dan pelatihan. Sebaliknya, pidana kurungan dapat dijalankan di rumah tahanan negara (rutan), yang tidak dilengkapi dengan program pembinaan formal.
Contoh kasus yang relevan adalah tindak pidana korupsi. Seseorang yang terbukti melakukan korupsi dapat dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun. Hal ini mencerminkan tingkat keseriusan kejahatan tersebut dan perlunya pembinaan intensif selama masa pidana.
Contoh penerapan pidana kurungan dapat ditemukan dalam pelanggaran lalu lintas berat, seperti tidak membayar denda tilang. Dalam kasus tersebut, pelanggar dapat dikenai pidana kurungan selama lima hari sebagai bentuk pengganti atas denda yang tidak dibayarkan.
Kesimpulannya, Perbedaan antara pidana penjara dan pidana kurungan dalam sistem hukum pidana Indonesia mencerminkan diferensiasi terhadap tingkat keparahan tindak pidana yang dilakukan. Pidana penjara lebih diarahkan kepada kejahatan berat dan disertai program pembinaan narapidana, sedangkan pidana kurungan diterapkan untuk pelanggaran ringan dan bersifat jangka pendek. Kedua jenis pidana ini menunjukkan bahwa sistem pemidanaan Indonesia dirancang untuk menyesuaikan bentuk sanksi dengan tujuan hukum, yaitu menegakkan keadilan, memberikan efek jera, serta memulihkan ketertiban sosial.
Daftar Pustaka
– Eddy O.S Hiariej. HKUM4203 Hukum Pidana. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
– Badan Pembinaan Hukum Nasional. (2008). Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana dan Sistem Pemidanaan. Departemen Hukum dan HAM.
– Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Komentar