Kolaka, BuletinNews.com – Pada masa Yunani Kuno, hukum dipahami sebagai manifestasi dari akal (logos) dan keadilan (dikaiosyne). Filsafat hukum Yunani menempatkan rasionalitas dan etika sebagai landasan fundamental dalam proses pembentukan maupun penegakan hukum. Negara, sebagai institusi politik, memiliki kewajiban untuk menegakkan hukum yang adil melalui instrumen-instrumennya, seperti penguasa, hakim, dan lembaga hukum, demi menjaga keteraturan sosial dan mewujudkan kebaikan bersama (common good). Berikut Uraian ringkas pemikiran beberapa filsuf besar Yunani terkait kebijakan penegakan hukum yang dijalankan oleh Negara melalui alat kelengkapannya:
1. Socrates (469–399 SM)
Socrates menegaskan urgensi hukum yang adil dan pentingnya moralitas dalam proses penegakan hukum. Ia berkeyakinan bahwa hukum tidak semata-mata berfungsi untuk memelihara ketertiban, melainkan juga sebagai sarana pendidikan moral bagi masyarakat.
Dalam pandangan Socrates, hukum yang dikeluarkan oleh otoritas negara harus ditaati tanpa mempertimbangkan validitas kebenaran objektifnya. Penolakan terhadap anarkisme tercermin dari kesediaannya menjalani hukuman mati, meskipun ia meyakini bahwa putusan tersebut tidak adil.
Lebih lanjut, Socrates berpendapat bahwa pelanggaran terhadap hukum, bahkan dalam kasus ketidakadilan, tetap tidak dapat dibenarkan. Ketaatan terhadap hukum merupakan bentuk penghormatan terhadap eksistensi negara (polis). Menurut Socrates, untuk memahami kebenaran objektif, seseorang harus terlebih dahulu memperoleh pengetahuan (theoria), suatu prinsip yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya, Plato.
2. Plato (427–347 SM)
Plato, sebagai murid langsung Socrates, memperluas gagasan gurunya melalui karya The Republic, di mana ia mengusulkan konsep negara ideal. Menurut Plato, hukum seharusnya dilaksanakan oleh para filsuf-raja, yaitu individu-individu yang memiliki kebijaksanaan dan pemahaman tentang kebaikan sejati. Dalam pandangannya, penegakan hukum bukanlah tindakan koersif belaka, melainkan harus menjadi refleksi dari keadilan ideal.
Plato mengkritik kecenderungan penguasa untuk menafsirkan hukum berdasarkan kepentingan pribadi akibat ketiadaan theoria. Untuk mengantisipasi penyalahgunaan ini, ia mengusulkan agar setiap undang-undang disertai dengan landasan filosofis yang jelas. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa hukum tidak menjadi alat kekuasaan semata, melainkan tetap berpijak pada prinsip-prinsip kebaikan universal. Pemikiran Plato ini menjadi salah satu fondasi konseptual negara dan hukum ideal, yang selanjutnya dikembangkan lebih sistematis oleh Aristoteles.
3. Aristoteles (384–322 SM)
Aristoteles, murid utama Plato, mengemukakan konsep nomos sebagai prinsip utama kehidupan bernegara. Dalam Politics dan Nicomachean Ethics, ia menyatakan bahwa hukum adalah ekspresi rasionalitas manusia dan harus ditegakkan demi mencapai kebaikan bersama.
Menurut Aristoteles, negara berwenang melaksanakan hukum melalui lembaga-lembaga resmi, dan prinsip kesetaraan di hadapan hukum (rule of law) harus dijunjung tinggi. Hukum, dalam perspektif Aristoteles, tidak hanya berfungsi sebagai alat kontrol sosial, melainkan juga sebagai instrumen etis dan politik yang mendukung pembentukan karakter warga negara.
Meskipun berakar pada ajaran Plato, Aristoteles memperkenalkan pendekatan yang lebih sistematis dan terpisah antara berbagai bidang ilmu. Jika Plato cenderung menggabungkan kajian keadilan dan politik dalam satu kerangka, Aristoteles memisahkannya menjadi dua karya utama: Ethica (yang membahas tentang kesusilaan) dan Politica (yang membahas tentang negara). Meskipun demikian, kedua karya tersebut saling berkaitan, di mana Ethica berfungsi sebagai pengantar bagi Politica, sebab kesusilaan dipandang sebagai dasar kehidupan bernegara.
Secara umum, para filsuf Yunani menekankan bahwa penegakan hukum oleh negara tidak semata-mata merupakan manifestasi kekuasaan, melainkan refleksi dari rasionalitas dan keadilan. Negara melalui instrumen-instrumennya bertanggung jawab mewujudkan keteraturan sosial, kebaikan bersama, dan harmoni masyarakat.
Daftar Pustaka
Khotibul Umam, et al. (2022). Filsafat hukum dan etika profesi (HKUM4103). Universitas Terbuka.
Satjipto Rahardjo. (2009). Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Oleh: Andi Hendra
Komentar