UU No 10 Tahun 2004 Ketetapan MPR Bukan Sebagai Sumber Hukum! Berikut Penjelasannya

BuletinNews.com – Dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ketetapan MPR tidak dicantumkan sebagai salah satu sumber hukum. Hal tersebut terletak pada perubahan pengaturan tata hierarki peraturan perundang-undangan yang mengalami beberapa perubahan. Di antaranya ketetapan MPR tidak lagi dimasukkan dalam urutan tata urutan peraturan perundang-undangan. Penghapusan ketetapan MPR dalam tata urutan perundang-undangan merupakan konsekuensi atas perubahan struktur ketatanegaraan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya. Sejak semua lembaga negara mendapatkan kekuasaan dari Undang-Undang Dasar 1945, maka MPR tidak lagi memiliki kewenangan membentuk Ketetapan MPR. MPR hanya berfungsi sebagai lembaga konstituante yang berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar 1945.

Ketetapan MPR tidak dicantumkan sebagai salah satu sumber hukum dalam UU No. 10 Tahun 2004 dapat bervariasi. Salah satu alasan yang mungkin adalah bahwa UU tersebut melihat adanya kekurangan atau kelemahan dalam UU sebelumnya, yaitu UU No. 12 Tahun 1966, yang mengatur tentang Ketetapan MPR. Selain itu, UU No. 10 Tahun 2004 juga bertujuan untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan masyarakat terkait aturan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Ketetapan MPR tidak dicantumkan sebagai salah satu sumber hukum. Beberapa alasan mengapa hal ini terjadi adalah sebagai berikut:

1. Perubahan Struktur Hukum: UU No. 10 Tahun 2004 mengatur hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam undang-undang ini, Ketetapan MPR tidak dimasukkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang sah. Hal ini mengindikasikan perubahan struktur hukum di Indonesia, di mana Ketetapan MPR tidak lagi dianggap sebagai sumber hukum yang berlaku secara langsung.

2. Fokus pada Peraturan Perundang-Undangan: UU No. 10 Tahun 2004 lebih fokus pada pembentukan peraturan perundang-undangan yang lebih terstruktur dan terorganisir. Dalam konteks ini, Ketetapan MPR dianggap tidak sesuai dengan konsep peraturan perundang-undangan yang diatur dalam undang-undang tersebut.

3. Klarifikasi Kedudukan Ketetapan MPR: UU No. 10 Tahun 2004 memberikan klarifikasi terkait kedudukan Ketetapan MPR. Meskipun tidak dicantumkan sebagai sumber hukum, Ketetapan MPR masih diakui sebagai panduan etik dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan, Ketetapan MPR tidak memiliki kekuatan hukum yang sama seperti undang-undang atau peraturan lainnya.

Namun setelah 7 (tujuh) tahun Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur sistem hukum dan perundangan-undangan di Indonesia, maka pada tahun 2011 dirasakan perlu ada undang-undang untuk menggantikannya.

Pembentukan peraturan perundang-undangan sebelumnya dianggap terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan masyarakat. Beberapa permasalahan yang dianggap harus diubah dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah mengenai hierarki peraturan perundang-undangan.

Salah satu perubahan substansi adalah penambahan Ketetapan MPR sebagai salah satu jenis peraturan perundang- undangan. Penempatan kembali ketetapan MPR Undang-Undang dan di bawah Undang-Undang Dasar. Eksistensi Ketetapan MPR dalam tata urutan perundang-undangan tidaklah berarti Ketetapan MPR dalam arti luas, tapi hanya mempunyai arti Ketetapan MPR(S) yang dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003. Dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b ini tidak mengartikan memberikan kewenangan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membentuk Ketetapan MPR kembali sebagaimana yang dulu pernah menjadi kewenangannya.

Tinggalkan Balasan