BuletinNews.com – Pertama-tama, perlu dipahami bahwa viktimisasi merujuk pada proses di mana seseorang menjadi korban kejahatan. Dalam konteks ini, pekerja seks komersial sering kali menjadi korban dari berbagai jenis kejahatan, mulai dari eksploitasi fisik dan seksual hingga penipuan dan pemerasan.
Terkait kejahatan dengan ranah kriminologi, memang, pada waktu lalu ada suatu konsep dalam kriminologi yang menyatakan ada suatu kejahatan yang terjadi tanpa korban, atau dikenal dengan konsep “Crime Without Victim”. Beberapa contoh kejahatan jenis ini adalah: Matinya seorang pecandu heroin atau Seorang gadis menjadi pelacur.
Katakanlah bahwa pemakaian heroin adalah kejahatan dan kejahatan tersebut menyebabkan matinya si pemakai heroin, atau pelacuran sebagai kejahatan sehingga pelakunya adalah para pelacur tadi. Namun jika kita cermati lebih mendalam kasus pemakaian heroin dan pelacuran tadi bukannya tanpa korban kejahatan. Si pemakai heroin yang mati akibat perbuatannya sendiri sebetulnya adalah korban kejahatan sekaligus pelaku kejahatan tersebut. Begitu juga dengan pelacur, ia sekaligus merupakan pelaku dan korban suatu kejahatan, terkecuali pelacur tersebut masih di bawah umur, maka bisa dikatakan bahwa ia hanyalah korban dari bisnis prostitusi.
Dalam teori-teori viktimisasi, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami posisi pekerja seks komersial yang terlibat dalam mafia pelacuran di Indonesia. Beberapa teori tersebut melihat pekerja seks komersial sebagai korban yang terjebak dalam lingkaran kekerasan, eksploitasi, atau kontrol oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut. Mereka mungkin menghadapi pemaksaan, penyalahgunaan, atau pemerasan yang membuat mereka sulit untuk keluar dari situasi tersebut.
Teori viktimisasi menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi korban kejahatan. Dalam konteks ini, beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap viktimisasi pekerja seks komersial termasuk kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan kurangnya akses ke layanan kesehatan dan dukungan sosial.
Dalam konteks mafia pelacuran, pekerja seks komersial sering kali diperdagangkan dan dieksploitasi oleh sindikat kejahatan. Mereka sering kali diperlakukan sebagai komoditas dan tidak memiliki kontrol atas kehidupan dan tubuh mereka sendiri. Dalam banyak kasus, mereka juga menjadi korban kekerasan fisik dan seksual.
Berdasarkan suatu studi, banyak diantaranya yang dipaksa melakukan aktifitas seksual dan menjadi korban kekerasan atau percobaan kekerasan. Pelacur perempuan menghuni sekitar 30% populasi penjara wanita (Jensen, and Brownfield, 1986).
Pelacur adalah sekaligus pelanggar hukum dan korban. Tetapi hanya pelacur saja yang mendapat sanksi hukuman, sedangkan konsumennya yang berasal dari kelas menengah dan atas yang terhormat terlindungi dari jangkauan hukum. Karena jika dihukum akan membuat para konsumennya menderita karena kehilangan pekerjaan, kehormatan dan penghidupannya. Alasan serupa tidak pernah diungkapkan untuk para pelacur. Selain mengalami dikriminalisasi dalam sistem peradilan pidana, pelacur juga mengalami juga mengalami viktimisasi karena penularan penyakit, perlakuan germo dan karena gaya hidupnya.
Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun pekerja seks komersial sering kali menjadi korban kejahatan, mereka juga dapat berperan sebagai pelaku kejahatan. Misalnya, mereka mungkin terlibat dalam penjualan narkoba atau pencurian. Ini adalah contoh dari “irisan-irisan” realitas yang Anda sebutkan, di mana pelaku kejahatan bisa juga menjadi korban kejahatan.
Namun, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki pengalaman yang unik, dan tidak semua pekerja seks komersial memiliki pengalaman yang sama. Beberapa pekerja seks komersial mungkin memilih pekerjaan ini secara sukarela, sementara yang lain mungkin terpaksa melakukan pekerjaan ini karena faktor ekonomi, kekerasan, atau tekanan lainnya. Oleh karena itu, tidak semua pekerja seks komersial dalam mafia pelacuran dapat dilihat sebagai korban dalam arti yang sama.
Dalam konteks Indonesia, pemerintah dan organisasi non-pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi hak dan kesejahteraan pekerja seks komersial. Pendekatan yang diambil meliputi rehabilitasi, pencegahan, pendidikan, dan perlindungan hak asasi manusia. Tujuannya adalah untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada mereka yang ingin keluar dari pekerjaan ini, serta mencegah eksploitasi dan kekerasan terhadap pekerja seks komersial.
Secara keseluruhan, analisis ini menunjukkan bahwa masalah pelacuran dan mafia pelacuran di Indonesia adalah masalah yang kompleks yang melibatkan berbagai faktor dan dimensi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang tidak hanya berfokus pada penegakan hukum, tetapi juga pada peningkatan akses ke pendidikan, layanan kesehatan, dan dukungan sosial bagi pekerja seks komersial.