Peran Guru Dalam Perspektif Filsafat dan Hukum

Andri Alman Assegaf, S.H
Praktisi Hukum & Ketua LBH HAMI Cabang Kolaka

BuletinNews.com – Dalam perspektif filsafat dan hukum, peran guru dipandang sangat fundamental. Peran seorang guru melampaui sekadar penyampai ilmu pengetahuan. Dalam perspektif filsafat, guru adalah pemandu moral dan intelektual yang membentuk dasar karakter dan pemikiran kritis siswa. Sementara dalam perspektif hukum, guru adalah profesi yang dilindungi serta diakui hak dan kewajibannya demi menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan berdaya. 

Secara filosofis, guru diibaratkan sebagai pemahat karakter dan pembimbing jalan hidup. Filsuf seperti Socrates memandang guru bukan sebagai pemberi jawaban, tetapi sebagai pemantik pemikiran melalui dialog. Ini juga tercermin dalam gagasan Paulo Freire, yang menekankan pentingnya pendidikan yang membebaskan siswa dari pandangan yang sempit, memberikan ruang bagi mereka untuk mengkritisi dunia. Bagi Freire, guru berperan untuk mengembangkan kesadaran kritis siswa, sehingga mereka tidak hanya memahami, tetapi juga mampu mengubah realitas di sekitar mereka. Ini berarti bahwa seorang guru harus melampaui peran pengajar tradisional untuk menjadi pendamping bagi siswa dalam membentuk identitas dan nilai-nilai.

Dari sudut pandang hukum, guru adalah profesi yang memegang tanggung jawab besar dan harus mendapatkan perlindungan serta penghargaan yang layak. Di Indonesia, misalnya, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjamin hak-hak guru atas kesejahteraan, keamanan kerja, serta kesempatan untuk mengembangkan kompetensi. Dalam undang-undang ini, guru bukan hanya tenaga pendidik, tetapi juga pilar pendidikan yang berhak atas rasa hormat dan perlindungan dari segala bentuk ancaman. Namun, mereka juga diwajibkan mematuhi kode etik serta menjaga kualitas dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.

Menggabungkan dua perspektif ini, kita melihat bahwa guru tidak hanya perlu dijamin hak-haknya secara hukum, tetapi juga dipandang sebagai sosok yang membentuk karakter generasi masa depan. Pendekatan ini penting untuk membangun ekosistem pendidikan yang sehat, di mana guru dihargai bukan hanya sebagai profesi, tetapi sebagai fondasi moral dan intelektual bangsa.

“Berapa jumlah guru yang tersisa?” itu adalah pertanyaan yang ucapkan oleh Kaisar Hirohito kepada para Jendral setelah Jepang hancur oleh bom Amerika dan sekutunya di penghujung perang dunia kedua. Hirohito sadar tidak akan mungkin mengalahkan Amerika dan sekutunya sehingga ia fokus untuk membangun Jepang melalui pendidikan dengan menjadikan guru sebagai landasan Jepang untuk bangkit saat itu.

Pemikiran Kaisar Hirohito ini menunjukan bahwa guru memiliki status dan peran yang sangat penting dalam membangun sebuah bangsa. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Presiden Amerika periode (1963-1969) Lyndon B Johson yaitu: “all the problem can be solved with one word is education”. Pertanyaan Kaisar Hirohito dan pernyataan Presiden Lyndon B Johson yang sarat dengan filsafat, membuat kita bertanya-tanya apa hakikat guru dalam pendidikan.

Dalam filsafat identik disiplin kajian yang membahas tema-tema tertentu dengan tiga pendekatan yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dari ketiga pendekatan tersebut ontologi adalah kajian paling tua di dalam filsafat. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata onthos ‘keberadaan’ dan logos berasal dari kata logi berarti sabda sebagai buah dari nalar pikiran manusia yang secara sederhana disebut bahasan. Sehingga ontologi berarti bahasan-bahasan tentang keberadaan. Dalam ontologi ini bahasan terdalamnya adalah hakikat segala sesuatu.

Menurut KBBI guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, tenaga pengajar adalah  tenaga  pendidik  yang  khusus  dengan  tugas  mengajar,  yang  pada jenjang   pendidikan   dasar   dan   menengah  disebut   guru,   dan   pada   jenjang perguruan tinggi disebut dosen (pasal 27 ayat 3 Nomor 2 Tahun 1989). Dan dalam UU No. 14 Tahun 2005 disebutkan guru adalah tenaga pengajar profesional yang bertugas untuk mengajar, mendidik, mengarahkan, membimbing, menilai, melatih, dan mengevaluasi murid melalui lembaga pendidikan formal pada tingkat dasar dan menengah. Guru adalah pendidik profesional yang mendidik, mengajar suatu ilmu, membimbing, melatih, serta mengevaluasi atas apa yang sudah diberikan kepada siswanya. 

Guru  adalah orang yang  bertanggung  jawab  terhadap  perkembangan  siswanya   dengan mengupayakan seluruh potensi siswa, baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotorik.  Secara tradisional tugas guru adalah mengajar di kelas, menurut Usman (2006:6) mengajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kegiatan belajar siswa yang menyebabkan adanya perubahan perubahan tingkah laku pada diri siswa dari tidak tahu menjadi tahu. Guru mempersiapkan siswanya untuk menjadi SDM yang mampu menyongsong perubahan dengan atau usaha-usaha pembangunan dengan mentransferkan ilmu pengetahuan yang dimiliknya.  

Tinggalkan Balasan