BuletinNews.com – Pernyataan No taxation without representation dan Taxation without representation is robbery memiliki makna bahwa pemungutan pajak dari masyarakat harus didasarkan pada keterlibatan perwakilan rakyat dalam proses pembuatan undang-undang, khususnya terkait pajak. Hal ini berarti bahwa pajak yang dipungut oleh pemerintah tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang atau tanpa adanya persetujuan dari rakyat melalui wakil-wakil mereka di parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Berikut analisis pernyataan tersebut diatas:
1. Prinsip Kedaulatan Rakyat.
Prinsip yang mendasari pernyataan ini adalah konsep kedaulatan rakyat, di mana rakyat melalui wakilnya di parlemen memiliki hak untuk menentukan besarnya pajak dan bagaimana pajak tersebut digunakan. Jika pajak dipungut tanpa persetujuan atau keterlibatan wakil rakyat, hal tersebut dianggap melanggar prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat. Di Indonesia, prinsip ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A yang menyatakan bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.”
2. Pentingnya Legislasi dalam Pemungutan Pajak.
Pemungutan pajak tanpa dasar hukum yang jelas dapat dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang atau bahkan sebagai tindakan yang bersifat memeras. Pajak harus diatur dalam undang-undang yang disahkan oleh DPR sebagai representasi rakyat. Jika tidak, pemungutan pajak dianggap tidak sah, yang berpotensi merugikan masyarakat karena mereka tidak memiliki kontrol atau pengawasan terhadap pemerintah dalam mengelola pajak tersebut.
3. Akuntabilitas Pemerintah.
Dalam sistem demokrasi, keterwakilan rakyat melalui parlemen adalah esensial. Frase No taxation without representation menunjukkan pentingnya peran rakyat dalam mengawasi kebijakan fiskal pemerintah. Ini menegaskan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab atas kebijakan pajak yang mereka terapkan, dan harus ada akuntabilitas terhadap penggunaan pajak yang dipungut dari masyarakat. Pengesahan undang-undang oleh parlemen memberikan legitimasi bagi kebijakan perpajakan dan menjamin bahwa kebijakan tersebut tidak melanggar hak-hak rakyat.
Di Indonesia, pajak merupakan sumber penerimaan utama negara, penerimaan pajak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu ciri dari pajak adalah pungutannya dilakukan negara bersifat memaksa. Agar pungutan pajak tidak mencederai rasa keadilan masyarakat maka upaya pemaksaan tersebut bersifat legal.
Begitu besarnya peranan dan kewajiban pajak untuk penerimaan negara hingga ketetapan pajak mempunyai sifat daya paksa setara dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas dasar alasan tersebut maka pemerintah mengatur pungutan pajak di dalam Undang-Undang Dasar yang implementasinya harus tertib dan disahkan wakil rakyat di DPR sebagai undang-undang, prinsip ini dijamin melalui peraturan perundang-undangan yang melibatkan DPR dalam proses legislasi pajak. Setiap pengenaan pajak harus melalui undang-undang yang disetujui oleh DPR sebagai representasi rakyat.